![]() |
Ilustrasi pertanian menggunakan robot kecerdasan buatan (AI) untuk mengolah lahan – Foto Net |
BORNEOTREND.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia tengah menjajaki penerapan kecerdasan buatan (AI) di sektor pertanian guna meningkatkan produktivitas dan mewujudkan swasembada pangan. Salah satu langkah konkret adalah kunjungan Kementerian Pertanian ke Belanda untuk mempelajari teknologi pertanian canggih, termasuk penggunaan AI di sistem pertanian modern.
“Kita tahu Belanda adalah negara eksportir produk pertanian terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, padahal luas wilayahnya kecil. Maka kita ingin belajar dari sistem mereka,” ujar Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (5/5/2025).
Delegasi Indonesia akan terdiri dari perwakilan Kementan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Agrinas, serta akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Hasanuddin.
Mereka akan mengunjungi Wageningen University, pusat riset agrikultur ternama dunia yang telah menjalin kerja sama dengan sejumlah universitas Indonesia.
Fokus utama kunjungan ini meliputi studi penerapan teknologi canggih seperti pertanian berbasis greenhouse, pertanian vertikal, dan integrasi AI.
Teknologi AI dinilai dapat membantu petani dalam pengambilan keputusan, seperti waktu tanam, jumlah pupuk, kondisi cuaca, serta kesuburan tanah secara real time.
Sudaryono menjelaskan bahwa pihaknya tengah menyiapkan pembentukan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) yang akan menjadi penghubung antara data, penyuluh pertanian, dan petani di lapangan.
“Melalui Pusdatin, petani akan mendapat rekomendasi yang berbasis data, mulai dari dosis pupuk hingga waktu tanam,” jelasnya.
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa Belanda telah mengintegrasikan AI dalam pengelolaan suhu dan kelembapan di greenhouse.
Namun, Indonesia akan menyesuaikan teknologinya agar lebih sederhana dan efisien, mengingat iklim tropis Indonesia tidak memerlukan pemanas atau pendingin ekstrem seperti di Eropa.
Sudaryono juga menyoroti tantangan implementasi teknologi ini, terutama dalam hal adopsi di tingkat petani.
Meski riset menunjukkan bahwa pertanian berbasis greenhouse menghasilkan produktivitas lebih tinggi dan penggunaan input lebih hemat, penerapannya masih menghadapi hambatan teknis dan budaya.
“Ini bukan soal teknologinya saja, tapi bagaimana kita bisa memastikan teknologi itu diterima dan digunakan oleh petani secara efektif,” tandasnya.
Sumber: detik.com