Negara yang Mulai Abai Terhadap Rakyatnya (Renungan Bulan Kemerdekaan)


Oleh: Mohammad Effendy
(Forum Ambin Demokrasi)

Diantara tujuan bernegara yang dirumuskan oleh para Pendiri Bangsa adalah; “ …….melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ….”. Ada dua kata kunci yang termuat dalam prasa tersebut, yakni; pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia yang memiliki makna bahwa negara berkewajiban untuk melindungi seluruh rakyatnya baik yang berada di dalam negeri maupun yang berada di negara lain. Kedua, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia yang berarti kewajiban negara untuk menjaga kedaulatan secara teritorial.

Kewajiban menjaga rakyat mengandung arti yang luas baik secara fisik maupun secara non fisik atau spiritual. Menjaga secara fisik berarti kewajiban negara untuk mengayomi rakyatnya agar merasa aman dari semua gangguan kejahatan, tindakan kekerasan, perlakuan diskriminatif, kerusakan lingkungan yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat, menyediakan fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, serta membuka peluang kerja dan ruang usaha agar rakyat dapat hidup sejahtera –terbebas dari kemiskinan dan lain-lain.

Sementara menjaga hak-hak masyarakat secara non fisik (spiritual) meliputi pemberian jaminan kebebasan beragama dan menjalankan ajaran agamanya, menyuarakan pendapat dalam berbagai ekspresi baik secara personal maupun kelompok, menjamin hak-hak politik warga baik perorangan maupun lewat partai politik, serta hak-hak lain yang termuat dalam deklarasi HAM PBB.

Dalam perkembangan penyelenggaraan pemerintahan terjadi pasang surut terhadap kewajiban negara tersebut. Akan tetapi dalam dekade terakhir ini nampak terlihat bahwa Negara kian abai terhadap kepentingan rakyatnya.Beberapa kebijakan negara yang disimbolisasi oleh Pemerintah kian waktu semakin menjauh dari cita-cita pendiri bangsa. Rakyat semakin susah dalam menjalani kehidupan karena peluang usaha yang kian sempit dengan terjadinya monopoli terselubung yang dilakukan oleh para pengusaha yang mendapat perlindungan penguasa.

Di lain pihak dalam kondisi kemiskinan yang kian massif, Pemerintah masih membebani rakyatnya dengan berbagai pajak serta kewajiban lainnya sehingga membuat wajah kemiskinan makin terlihat nyata. Sementara pengusaha besar yang menguasai dan mendominasi sektor ekonomi diberikan berbagai kemudahan serta fasilitas baik dalam bentuk insentif pajak maupun perizinan. Alasan klasik yang dikemukakan adalah membuka peluang investasi agar makin berkembang dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak.

Kebijakan regulasi juga semakin memperlihatkan betapa negara/pemerintah sudah tidak memperhatikan nasib rakyatnya sendiri. Di bidang pertanahan muncul aturan bahwa tanah yang ditelantarkan pemiliknya selama kurang lebih 2 (dua) tahun akan diambil oleh negara. Sementara regulasi terbaru di sektor pihak Bank.

Dampak regulasi tersebut meski secara normatif ditujukan kepada semua lapisan masyarakat tanpa perbedaan strata sosial, namun yang akan terjadi di lapangan sudah dapat dipastikan mereka yang menjadi korban adalah rakyat kecil yang tidak berdaya. Tidak mungkin tanah pengusaha besar akan diambil oleh negara karena dianggap tidak digarap, atau rekening orang-orang kaya yang akan diblokir karena dinilai sebagai rekening pasif.  

Secara faktual dapat saja terjadi bahwa tanah dimaksud memang benar-benar tidak digarap, atau rekening mereka tersebut terbukti pasif, tetapi dengan kemampuan finansial yang mereka miliki serta jaringan kekuasaan yang mereka telah bangun, maka sanksi dimaksud jelas tidak akan terlaksana di lapangan. Masyarakat nantinya akan mendapatkan penjelasan resmi dari pihak yang berwenang bahwa telah terjadi kesalahan input data atau kesalahpahaman lainnya –sebuah pertujukan drama otorisasi kekuasaan yang menyakitkan.

Inilah kondisi negeri kita, di tengah segelintir orang yang hidup glamor dengan segala kekayaan yang mereka miliki serta orang-orang yang mempunyai akses untuk melakukan penyimpangan keuangan negara, tersebar masyarakat yang hidup miskin dan kelaparan. Para pendiri negara pasti menangis menyaksikan semua ini, karena negeri yang diperjuangkan dengan tetesan darah dan air mata ternyata dikelola oleh mereka yang tega menyakiti saudaranya sesama anak bangsa – masih dapatkah kita meneriakkan dengan suara lantang MERDEKA.


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال