Angka Stunting Banjarmasin Masih 26,5 Persen, Pemkot Soroti Lemahnya Penanganan Faktor Sosial

HADIRI KEGIATAN: Kepala Bappeda Kota Banjarmasin, Ahmad Syauqi menghadiri kegiatan Penilaian Kinerja Pelaksanaan 8 Aksi Konvergensi Penurunan Stunting se-Kalimantan Selatan di Kantor Gubernur Kalsel – Foto Diskominfo Banjarmasin


BORNEOTREND.COM, KALSEL - Angka stunting di Kota Banjarmasin stagnan di 26,5 persen menurut data SSGI 2024. Pemerintah Kota menyoroti perlunya kolaborasi lintas sektor dan penanganan serius terhadap faktor sosial seperti sanitasi buruk, pola asuh, dan kemiskinan.

Kepala Bappeda Kota Banjarmasin, Ahmad Syauqi, dalam kegiatan Penilaian Kinerja Pelaksanaan 8 Aksi Konvergensi Penurunan Stunting se-Kalimantan Selatan yang digelar Rabu (11/6/2025) di Kantor Gubernur Kalsel, Banjarmasin menyatakan bahwa intervensi teknis saja tidak cukup untuk menurunkan prevalensi stunting secara signifikan. Menurutnya, solusi harus mencakup pendekatan pentahelix, yakni sinergi antara pemerintah, masyarakat, sektor swasta, media, dan akademisi. 

“Percepatan penurunan stunting bukan semata tugas Dinas Kesehatan. Kita butuh kolaborasi pentahelix: pemerintah, masyarakat, swasta, media, dan akademisi harus sama-sama terlibat. Semua potensi sosial di kota ini harus bergerak,” ujarnya.

Syauqi menjelaskan bahwa meski intervensi spesifik seperti penyuluhan gizi dan pemberian makanan tambahan menunjukkan hasil, hambatan utama justru datang dari intervensi sensitif seperti sanitasi, pola asuh, dan kemiskinan yang belum tertangani secara optimal.

“Dari segi teknis, Dinas Kesehatan sudah bekerja sangat baik. Tapi angka stunting tetap tinggi karena faktor-faktor sensitif belum ditangani secara cepat dan menyeluruh,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, Tabiun Huda, menyampaikan bahwa pihaknya terus mengembangkan intervensi komprehensif berbasis data dan inovasi. Salah satu capaian penting yang disoroti adalah kemajuan menuju Open Defecation Free (ODF) atau bebas buang air besar sembarangan.

“Kita sudah 82 persen ODF dan optimis bisa mencapai 100 persen akhir tahun ini. Dinas PUPR sudah menganggarkan untuk saluran sanitasi, dan CSR dari BRI, PLN, serta pihak swasta lainnya sudah ikut membantu,” kata Tabiun.

Ia juga mencontohkan hasil nyata kolaborasi dengan pihak swasta, seperti program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal dari BRI di kawasan Mantuil yang berhasil menurunkan stunting pada lebih dari 100 anak.

“Yang sensitif ini tidak bisa diselesaikan sendiri. Dibutuhkan peran semua pihak—pemerintah, swasta, organisasi, bahkan media,” tegas Tabiun.

Evaluasi ini dipandu oleh tim penilai dari BKKBN Provinsi dan P3S Kalimantan Selatan, antara lain Ir. H. Nurul Fajar Desira, Dr. dr. Meitria Syahadatina Noor, dan Dr. H. Muhamad Muslim. Kegiatan ini menjadi forum refleksi sekaligus evaluasi percepatan penanganan stunting.

Dalam penilaiannya, Ir. H. Nurul Fajar Desira menekankan pentingnya peran aktif kepala daerah dalam mengawal langsung program penurunan stunting di wilayahnya.

“Keterlibatan kepala daerah harus ditingkatkan agar penanganan stunting lebih terintegrasi dan memiliki daya dorong kuat,” ujarnya.

Pemerintah pusat menargetkan angka stunting nasional turun hingga di bawah 14 persen pada 2024. Kota Banjarmasin dituntut memperkuat strategi pencegahan dengan mengatasi faktor-faktor sosial yang memperburuk status gizi anak, seperti kemiskinan, sanitasi buruk, dan minimnya edukasi keluarga.

“Kita harus bergerak cepat. Jika semua elemen kota ini menyatu dalam gerakan stunting, bukan tidak mungkin Banjarmasin bisa menjadi kota yang sehat dan tangguh secara sosial,” pungkas Ahmad Syauqi.

Sumber/Penulis: Diskominfo Banjarmasin/Realita Nugraha

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال