![]() |
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menjawab pertanyaan wartawan – Foto Antara |
BORNEOTREND.COM, JAKARTA - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) meminta pemerintah mencabut kebijakan efisiensi anggaran tahun 2025 karena dianggap menekan daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan sektor ritel dan konsumsi domestik.
Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, menyebut efisiensi belanja negara telah berdampak negatif pada perputaran ekonomi di sektor ritel, yang banyak bergantung pada aktivitas masyarakat secara langsung, termasuk acara, perjalanan, dan konsumsi offline.
“Kami ini industri padat karya yang hidup dari keramaian. Jadi efisiensi ini sebaiknya dilepas agar ekonomi ritel bisa kembali bergairah,” ujarnya dalam konferensi pers bersama Kementerian UMKM, Selasa (6/5/2025).
Merespons hal tersebut, Menteri UMKM Maman Abdurrahman menilai efisiensi anggaran tidak serta merta menghambat aktivitas ekonomi UMKM. Justru, katanya, efisiensi bisa mendorong inovasi dalam kolaborasi antar kementerian.
Namun, data ekonomi menunjukkan realitas yang mencemaskan. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2025 hanya mencapai 4,87% secara tahunan, turun dari 5,11% pada kuartal yang sama 2024. Salah satu penyebab utama perlambatan adalah kontraksi konsumsi pemerintah sebesar -1,38%, sebagai akibat langsung dari efisiensi anggaran.
Kebijakan efisiensi ini mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 yang ditetapkan Presiden Prabowo pada 22 Januari 2025. Pemerintah menargetkan penghematan Rp306,69 triliun, terdiri atas Rp256,1 triliun dari belanja kementerian/lembaga dan Rp50,59 triliun dari transfer ke daerah.
Efisiensi tersebut termasuk pemangkasan anggaran perjalanan dinas dan belanja operasional, yang menurut pelaku usaha telah memukul aktivitas konsumsi, sektor perhotelan, dan ritel modern.
Sumber: Antara