Ekonomi Indonesia Kuartal I-2025 Melambat, CSIS: Tekanan Eksternal dan Domestik Meningkat

Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri – Foto cnbcindonesia.com


BORNEOTREND.COM, JAKARTA - Risiko ekonomi Indonesia yang kian berat ke depan setelah pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 hanya mencapai 4,87%, lebih rendah dari kuartal IV-2024 (5,02%) dan kuartal I-2024 (5,11%).

Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri mengatakan, capaian pertumbuhan tersebut mengkhawatirkan karena terjadi di tengah momentum musiman Ramadan dan Lebaran yang biasanya mendorong konsumsi rumah tangga. Nyatanya, konsumsi—yang menyumbang 54,53% terhadap PDB—hanya tumbuh 4,89% secara tahunan (yoy), di bawah ekspektasi.

“Biasanya kuartal I bisa menembus 5% karena didorong faktor musiman. Tapi sekarang justru melemah, ini sinyal yang kurang baik,” kata Yose dalam acara Innovation Summit Southeast Asia 2025 di Jakarta, Selasa (6/5/2025).

Tekanan juga datang dari luar negeri, salah satunya akibat kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump, termasuk untuk Indonesia. Jika kebijakan resiprokal tarif 32% jadi diterapkan setelah masa tenggang 90 hari, ekspor Indonesia yang menyumbang lebih dari 22% PDB akan semakin terpukul.

“Permasalahan di dalam negeri juga tidak terlalu menjanjikan. Belanja pemerintah justru terkontraksi di awal tahun ini, nilai tukar rupiah melemah, sementara kebutuhan impor bahan baku tetap tinggi,” jelas Yose.

Ia menyoroti perbedaan kondisi ekonomi saat ini dibanding masa krisis global sebelumnya. “Kalau dulu Indonesia disebut 'komodo dragon economy' karena tahan banting, sekarang tidak terlihat setangguh itu,” tegasnya.


Respons Pemerintah

Pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 yang di bawah 5% dipengaruhi kondisi global. Namun, ia menekankan bahwa belanja pemerintah akan digencarkan kembali di kuartal II.

“Bansos akan menjadi alat utama menjaga daya beli. Salah satunya program makan bergizi gratis (MBG) akan ditingkatkan cakupannya,” ungkap Airlangga.

Pemerintah juga sedang menyiapkan insentif untuk sektor-sektor terdampak perlambatan global, terutama industri berorientasi ekspor.

“Kita harus pasang seat belt, karena pasar global belum pulih. Tapi beberapa sektor seperti pertanian dan makanan-minuman masih tumbuh baik,” kata Airlangga optimistis.

Sumber: cnbcindonesia.com

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال