Refleksi Penegakan Hukum 2022: Parade ‘Pagar Makan Tanaman’

 

Desmond J Mahesa 
Wakil ketua Komisi III DPR RI
(Foto: nett)


BORNEOTREND.COM - Tahun 2022 akan segera berlalu berganti dengan tahun 2023 yang sebentar lagi akan tiba. Sejumlah peristiwa penegakan hukum telah terjadi sepanjang tahun 2022 meninggalkan catatan kelam bagi dunia penegakan hukum di Indonesia.

Menurut survei Indikator, pada Agustus 2022 proporsi responden yang menilai kondisi penegakan hukum saat ini buruk mencapai 29,6%, dan sangat buruk 8,1% sehingga jika diakumulasikan, persepsi buruk tersebut mencapai 37,7% pada Agustus 2022, meningkat dari bulan sebelumnya yang hanya 25,8% saja.Survei ini dilakukan terhadap 1.229 responden yang tersebar di seluruh Indonesia melalui telepon selama periode 11-17 Agustus 2022.

Kinerja pemerintah dibidang penegakan hukum selama tahun 2022 memang cenderung menurun sehingga membuat masyarakat tidak puas karenanya. Menurut survei Litbang Kompas, angka kepuasan publik di bidang penegakan hukum hanya berada di angka 51,5 persen atau turun lima persen dari 57,5 persen dari tahun sebelumnya.

Soal menurunnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dibidang penegakan hukum ini diakui oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amien dalam sebuah pernyataannya. Seperti dikutip media, Ma`ruf mengakui penurunan kepuasan publik bidang penegakan hukum ini salah satu faktornya karena sejumlah kasus penegakan hukum tertentu tak jelas penyelesaiannya.

"Saya berharap penurunan persepsi ini karena sifat sementara, karena adanya kasus-kasus tertentu. Karena itu saya minta kasus-kasus yang justru menurunkan persepsi pada pemerintah itu dituntaskan," ujar Ma`ruf di Universitas Alma Ata Yogyakarta, Senin (24/10/2022).

Menurunnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah yang sekarang berkuasa disinyalir juga karena banyaknya aparat penegak hukum bermasalah sehingga membuat kondisi penegakan hukum semakin terkulai lemas tidak berdaya.

Banyaknya aparat penegak hukum yang telibat kasus hukum tak ubahnya seperti kata pepatah: “pagar makanan tanaman” yang seharusnya dijaganya.Fenomena ini menambah citra buruk dunia penegakan hukum di Indonesia yang memang sudah lama buram warnanya.

Mengapa julukan pagar makan tanaman pantas disematkan kepada aparat penegak hukum yang melakukan penyimpangan dalam menjalankan tugas dan fungsinya? Kasus kasus hukum apa saja yang melibatkan aparat penegak hukum selama tahun 2022 sebagaimana sebagaimana yang terekam di media massa? Seperti apa sanksi dan solusi terhadap aparat yang melakukan penyimpangan dalam menjalankan tugasnya?

Pagar Makan Tanaman

Definisi aparat penegak hukum sangatlah luas tergantung dari sudut mana memandangnya. Namun, terkait istilah aparat penegak hukum, dikenal dengan adanya pilar penegak hukum, yakni kepolisian, hakim, jaksa, lembaga pemasyarakatan, dan advokat atau pengacara. Terkait hal ini, penting untuk diketahui bahwa aparat hukum adalah mereka yang diberi kewenangan untuk melaksanakan proses peradilan, menangkap, memeriksa, mengawasi, atau menjalankan perintah undang-undang di bidangnya masing-masing sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

Dapat disimpulkan bahwa aparat penegak hukum adalah aparat yang melaksanakan proses upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, aparat penegak hukum itu sesungguhnya ada ketentuan yang mengikatnya. Adalah resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 yang memuat rambu rambu aturan yang mengikat aparat penegak hukum dalam menjalankan peran dan fungsinya.

Sebagai contoh Pasal 1 menyatakan bahwa: “Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh hukum kepada mereka, yaitu dengan melayani masyarakat dan melindungi semua orang dari tindakan yang tidak sah, sesuai dengan rasa tanggung jawab yang tinggi sebagaimana diharuskan oleh profesi mereka.

Yang dimaksud dengan melayani masyarakat antara lain dan terutama adalah pemberian pelayanan bantuan kepada para anggota masyarakat yang, karena keadaan darurat pribadi, ekonomi, sosial, atau lainnya, memerlukan bantuan dengan segera.

Selanjutnya Pasal 2, dinyatakan bahwa: “Dalam melaksanakan kewajiban mereka, aparat penegak hukum menghormati dan melindungi martabat kemanusiaan serta memelihara dan menjunjung tinggi HAM (hak asasi manusia). Aparat penegak hukum boleh mengunakan tindakan keras (force) hanya bilamana benar-benar diperlukan dan hanya sejauh yang diperlukan bagi pelaksanaan kewajiban mereka sebagaimana tertuang ketentuannya di pasal 3.

Pada Pasal 4 dinyatakan bahwa hal-hal yang bersifat rahasia (konfidensial) yang diketahui oleh aparat penegak hukum harus dijaga kerahasiaannya, kecuali jika dengan sangat diharuskan lain demi kebutuhan pengadilan atau demi pelaksanaan kewajibannya.

Adakalanya memang aparat penegak hukum memperoleh informasi yang mungkin berhubungan dengan kehidupan pribadi seseorang atau yang berpotensi mencelakakan kepentingan, dan terutama reputasi, pihak lainnya. Tekait dengan hal ini maka aparat penegak hukum perlu kehati-hatian yang besar dalam mengamankan dan menggunakan informasi semacam itu, yang boleh diungkapkan hanya demi pelaksanaan kewajiban atau demi melayani kebutuhan pengadilan saja. Sehingga pengungkapan informasi semacam itu untuk tujuan lain adalah hal yang sangat tidak semestinya.

Rambu-rambu lain dalam Pasal 5 juga dinyatakan bahwa aparat penegak hukum sama sekali tidak boleh melakukan, menganjurkan, atau membiarkan setiap bentuk penyiksaan ataupun setiap bentuk perlakuan atau penghukuman lainnya yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan derajat pihak yang seharusnya dilindunginya.

Demikian pula, aparat penegak hukum sama sekali tidak boleh menggunakan perintah atasan atau keadaan luar biasa, misalnya keadaan perang atau ancaman perang, ancaman keamanan nasional, ketidakstabilan politik dalam negeri, atau keadaan darurat umum lainnya, sebagai pembenaran untuk melakukan penyiksaan atau memberikan perlakuan atau penghukuman lainnya yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan derajat manusia.

Hal tersebut sejalan dengan bunyi Pasal 6 dimana aparat penegak hukum menjamin perlindungan sepenuhnya terhadap kesehatan orang-orang yang mereka tahan dan, terutama, bertindak dengan segera untuk menyediakan perhatian medis kapan saja diperlukan oleh yang membutuhkannya.

Aparat penegak hukum juga tidak boleh melakukan korupsi dalam bentuk apapun juga. Aparat penegak hukum secara bersungguh-sungguh harus menentang dan memerangi segala bentuk perbuatan korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 7.

Intinya seperti diatur dalam pasal 8 dimana aparat penegak hukum diminta secara bersungguh-sungguh menentang setiap pelanggaran terhadap hukum maupun Aturan Perilaku seperti diatur dalam ketentuan yang ada. Bagi aparat penegak hukum yang meyakini bahwa telah terjadi ataupun akan terjadi sebuah pelanggaran terhadap Aturan Perilaku tersebut seyogyanya melaporkan hal tersebut kepada atasannya dan, di mana perlu, kepada pihak berwenang yang semestinya.

Tentu saja aturan perilaku tersebut akan dipatuhi bilamana telah diintegrasikan ke dalam peraturan perundang-undangan nasional kita. Jika peraturan perundang-undangan atau praktek nasional berisi ketentuan-ketentuan yang lebih ketat daripada ketentuan-ketentuan yang ada pada Aturan Perilaku ini, maka ketentuan-ketentuan yang lebih ketat itulah yang seyogyanya menjadi acuannya.

Sesungguhnya secara tersebar, aturan tentang perilaku aparat penegak hukum tersebut sudah diakomodasi dalam peraturan perundang undangan di Indonesia seperti keharusan penegak hukum melindungi dan mengayomi masyarakat, menjunjung tinggi hak azasi manusia, tidak boleh menggunakan cara cara kekerasan dalam menjalankan tugasnya, menjaga kerahasiaan, menjaga kesehatan orang yang mereka tahan, tidak boleh korupsi dan sebagainya.

Dengan sendirinya aparat penegak hukum yang melanggar rambu rambu tersebut bisa dikatakan seperti pagar makan tanaman karena berlawanan dengan tugas yang selanjutnya di jalankannya. Karena aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi dan mengayomi justru mencelakai korban yang seharusnya dilindungi atau diayominya.

Yang seharusnya menjunjung tinggi hak asasi manusia justru melanggarnya. Yang seharusnya menjauhi cara cara kekerasan justru malah mempraktekkannya. Yang seharusnya menjaga rahasia justru membukanya. Demikian juga aparat penegak hukum yang seharusnya menjalankan tugasnya tanpa melakukan tindak korupsi justru dilakukannya.

Parade Pagar Makan Tanaman

Kondisi penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia saat ini sedang mengalami krisis dan “sakit” sehingga hukum hanya berlaku untuk kalangan tertentu saja. Fenomena ini terjadi karena aparat penegak hukum yang merupakan elemen penting dalam proses penegakkan hukum sering kali terlibat dalam berbagai macam kasus hukum termasuk melakukan tindak pidana.

Sepanjang 2022, kalender penegakan hukum di tanah air memang banyak diwarnai keganjilan karena pelanggaran hukum justru dilakukan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi aktor utama dalam penegakan hukum sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya.

Selama tahun 2022 telah terjadi kasus pelanggaran hukum yang dilakukan Aparat Penegak Hukum ini dari mulai pembunuhan, pemerkosaan, perjudian, korupsi, penyalahgunaan jabatan hingga kasus narkoba. Jika fenomena ini tidak segera diatasi dan disembuhkan maka dalam jangka panjang akan mengakibatkan lumpuhnya penegakkan hukum di Indonesia.

Beberapa kasus pelanggaran hukum yang melibatkan aparat penegakan hukum di Indonesia sepanjang tahun 2022 sebagaimana terekam di pemberitaan media diantaranya adalah:

1. Pembunuhan Berencana terhadap Brigadir Joshua Hutabarat

Penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Joshua Hutabarat pada 8 Juli 2022 menjadi kasus yang menarik perhatian publik dalam kurun waktu yang cukup lama sejak kasus ini mencuat untuk pertama kalinya. Hal ini dikarenakan penembakan tersebut dilakukan oleh atasannya, Irjen Ferdy Sambo, di rumah dinas Ferdy di Kompleks Rumah Dinas Polri, Jalan Duren Tiga Utara, Jakarta. Kasus ini semakin menarik perhatian karena adanya rekayasa skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo dan gengnya.

Berdasarkan penyelidikan, Komnas HAM menyatakan Sambo telah melakukan pelanggaran HAM berupa penghilangan hak untuk hidup dan hak memperoleh keadilan. Selain itu, Sambo dan pelaku lain juga telah melakukan obstruction of justice atau upaya menghalangi penegakan hukum. Tindakan ini berimplikasi pada pemenuhan akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Akibat kasus ini, Sambo telah resmi dipecat dari Polri, 19 September 2022.

Ferdy Sambo juga dijerat perkara obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan kasus pembunuhan terhadap Brigadir J. Kasus obstruction of justice itu juga menjerat Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto. Selain itu tak kurang dari 31 anggota Polri diduga melanggar kode etik dalam kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Mereka yang terlibat saat ini sedang menjalani sidang sidang di Pengadilan untuk menentukan nasibnya. Mungkin ada diantara mereka nanti yang akan di sanksi secara administrative, dikirim ke penjara bahkan bisa pula dihukum mati karena tindakan pidana yang dilakukannya secara berencana.

2. Teddy Minahasa terjerat kasus narkoba

Teddy ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus peredaran narkoba oleh Polda Metro Jaya setelah gelar perkara Jumat, 14 Oktober 2022. Perkara ini bermula dari penangkapan Polres Metro Jakarta Pusat terhadap seorang HE dan MS dengan barang bukti sabu yang dikemas dalam dua buah kantong plastik sebanyak 44 gram sabu-sabu.

HE dan MS mendapatkan sabu dari seseorang bernama Abeng yang ditangkap anggota Polres Metro Jakarta Pusat. Abeng mengaku mendapatkan sabu dari petugas Polsek Kalibaru, Tanjung Priok, Ajun Inspektur Dua Achmad Darmawan (AD). AD mengakui dapat sabu dari Kapolsek Kalibaru Komisaris Kasranto. Untuk mendapatkan barang sabu itu, Kasranto mengaku berhubungan dengan anggota dari Satuan Narkoba Polres Jakarta Barat Ajun Inspektur Satu Janto S.

Dengan demikian, maka perkara ini berawal dari penukaran sabu hasil pengungkapan kasus narkoba dengan barang bukti 41,4 kilogram sebesar Rp62,1 miliar oleh Polda Sumatera Barat pada Mei 2022. Sementara itu, Teddy Minahasa yang saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat memerintahkan Dody mengganti 5 kilogram sabu tersebut dengan tawas. Perintah lainnya sabu itu agar diserahkan kepada Linda Pudjiastuti untuk dijual.

Semua tersangka dijerat Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati atau hukuman minimal 20 tahun penjara.

Kejaksaan telah menyatakan berkas perkara narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa dkk lengkap. Polda Metro Jaya berencana melimpahkan tersangka dan barang bukti (tahap II) setelah perayaan Natal dan Tahun Baru 2023. "Berkas Pak Irjen TM sudah P21 (lengkap)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan saat dihubungi, Kamis (22/12/2022).

3. Sudrajad Dimyati

Sudrajad Dimyati merupakan Hakim Agung sewaktu terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Semarang, Jawa Tengah, dan Jakarta pada 21-22 September 2022. Selain dia, dalam perkara itu, KPK menetapkan 10 tersangka di mana Sudrajad diduga menerima suap. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, sangkaan suap Sudrajad bermula saat gugatan perdata dan pidana terkait aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.

Dalam perkara itu, Intidana memberikan kuasa kepada dua pengacara, Yosep Parera dan Eko Suparno. Namun, mereka tidak puas dengan keputusan PN Semarang dan Pengadilan Tinggi setempat sehingga memutuskan kasasi ke MA.

Pada 2022, Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto mengajukan kasasi ke MA, padahal koperasi ini masih memberikan kuasanya kepada Eko dan Yosep. Kedua pengacara tersebut kemudian diduga bertemu dan berkomunikasi dengan beberapa pegawai kepaniteraan MA yang dianggap bisa menjadi perantara dengan Sudrajad, yang nantinya diharapkan bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan Yosep Parera dan Eko Suparno.

Menurut Firli, pihak yang bersedia membantu Yosep dan Suparno adalah Desi Yustria dengan memberikan uang sebesar 202.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 2,2 miliar. Desi kemudian mengajak Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung Elly Tri Pangestu dan PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung Muhajir Habibie. Desi kemudian membagi-bagikan uang tersebut untuk sejumlah pihak yang terlibat dalam perkara ini. Desi disebut menerima Rp 250 juta, Muhajir Habibie Rp 850 juta, dan Elly sebesar Rp 100 juta. KPK menduga, Desi, Muhajir dan Elly menjadi tangan panjang Sudrajad Dimyati dan beberapa pihak di MA guna menerima suap dari orang-orang yang berperkara di MA.

Sudrajad disebut menerima sekitar Rp 800 juta lewat Elly. Yosep dan Eko berharap suap yang telah pihaknya bayarkan bisa membuat Majelis Hakim MA mengabulkan putusan kasasi yang menyatakan koperasi simpan pinjam Intidana pailit.

Meski demikian, saat operasi tangkap tangan (OTT), KPK mengamankan uang 205.000 dolar Singapura dan Rp 50 juta. “KPK menduga Desi dan kawan-kawan juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di Mahkamah Agung dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh Tim Penyidik,” ujar Firli seperti dikutip media.

4. Gazalba Saleh

KPK juga telah menahan Hakim Agung Gazalba Saleh sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung (MA). Penahanan ini dilakukan usai penyidik memeriksa Gazalba selama beberapa jam di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Jakarta, Kamis (8/12/2022). Ia ditahan 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Pomdam Jaya, Jakarta Selatan, tepat 10 hari setelah KPK mengumumkan Gazalba sebagai tersangka pada 28 November 2022.

Dalam kasus ini, Gazalba Saleh dan bawahannya dijanjikan uang Rp 2,2 miliar. Suap itu diberikan melalui PNS Kepaniteraan MA bernama Desi Yustria agar MA memenangkan gugatan kasasi yang diajukan Debitur Intidana, Heryanto Tanaka.

Gazalba diduga menerima suap uang 202.000 dolar Singapura terkait pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana di MA. Selain Gazalba, KPK juga telah menetapkan Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, serta Nurmanto Akmal dan Desy Yustria yang merupakan PNS di MA, sebagai tersangka penerima suap.

Adapun perkara ini merupakan pengembangan dari kasus suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Ia diketahui menangani perkara perdata gugatan kasasi Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Sementara itu, Gazalba menangani perkara gugatan kasasi pada perkara pidana Intidana.

5. OTT Panitera PN Surabaya

Di awal tahun 2022 yang lalu, KPK juga melakukan OTT terhadap hakim Pengadilan Negeri (Surabaya) dan juga panitera pengganti terkait suap penanganan perkara. Tim penyidik menetapkan hakim PN Surabaya Itong Isnaeni Hidayat (IIH) dan panitera Hamdan (HD) sebagai tersangka suap pengurusan perkara.

Penetapan tersangka setelah melalui pengumpulan berbagai informasi dan bahan keterangan. Khususnya terkait dugaan tindak pidana korupsi penanganan atau pengurusan perkara hubungan industri di PN Surabaya.

“KPK kemudian melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan. Salah satunya dengan menetapkan tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, Kamis (20/1) malam.“KPK berharap dari rentetan kegiatan tangkap tangan tidak akan terjadi kembali penyalahgunaan wewenang,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron seperti dikutip media.

6. Kekerasan Aparat di Wadas

Tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga terjadi di desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, pada 8 Februari 2022. Kericuhan berujung kekerasan oleh polisi ini terjadi dalam proses pengukuran lahan warga untuk penambangan batu andesit di desa tersebut. Batu andesit diperlukan untuk proyek pembangunan Bendungan Bener di wilayah tersebut. Sebagian warga setuju membebaskan lahan mereka. Namun, sebagian lainnya menolak karena khawatir penambangan batu andesit berakibat pada rusaknya sumber mata air Wadas.

Dalam kericuhan ini, Komnas HAM menemukan bahwa sejumlah warga ditendang dan dan dipukul. Tak hanya itu, puluhan warga juga ditangkap dan ditahan polisi. Akibat kejadian tersebut, warga pun mengalami trauma. Pasca kejadian, beberapa orang bahkan tidak berani pulang ke rumah dan bersembunyi di hutan karena ketakutan.

7. Penyiksaan oleh Polri-TNI

Kontras atau Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menemukan masih banyak kasus penyiksaan dilakukan oleh aparat keamanan. Berdasarkan data Kontras, selama periode Juni 2021–Mei 2022, setidaknya terdapat 50 kasus penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia telah terjadi di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan, jumlah kasus riil di lapangan lebih besar dari temuan Kontras.

Berdasarkan 50 kasus penyiksaan yang tercatat oleh Kontras tersebut, kepolisian masih menjadi aktor utama dalam kasus-kasus penyiksaan, yakni sebanyak 31 kasus, dilanjutkan dengan TNI dengan 13 kasus dan sipir sebanyak 6 kasus.

Adapun sejumlah kasus penyiksaan tersebut telah menimbulkan sebanyak 144 korban dengan rincian 126 korban luka-luka dan 18 tewas. Salah satu yang menarik perhatian publik adalah kasus dugaan penyiksaan yang menyebabkan matinya Freddy Nicolaus Siagian. Ia merupakan tahanan Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Selatan yang tewas pada 13 Januari 2022.

Komnas HAM menemukan indikasi kuat pelanggaran HAM berupa hak untuk hidup, terbebas dari penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, penghukuman yang kejam dan merendahkan martabat, hak untuk memperoleh keadilan, serta hak atas kesehatan. Freddy diduga mengalami serangkaian tindak kekerasan yang begitu keji yang menyebabkan sejumlah luka yang membekas pada tubuhnya. Selain itu, Komnas HAM juga menyebutkan telah terjadi tindak pemerasan yang dilakukan oknum polisi.

8. Kasus mutilasi empat warga sipil di Mimika

Temuan potongan jenazah dari empat orang korban di Mimika, Papua, menghebohkan masyarakat pada akhir Agustus 2022. Dari penyelidikan, pelaku mutilasi merupakan enam prajurit TNI dan empat warga sipil. Para pelaku diduga memiliki bisnis bersama sebagai pengepul solar. Komnas HAM menyatakan tindakan para pelaku telah melukai nurani dan merendahkan martabat manusia.

Berdasarkan temuan awal, Komnas HAM menyatakan pembuhan tersebut sebagai pembunuhan berencana. Selain itu, Komnas HAM juga menemukan adanya senjata rakitan yang dimiliki oleh salah satu pelaku dari unsur TNI. Atas temuan ini, Komnas HAM meminta Panglima TNI Jenderal Andhika Perkasa untuk memecat enam prajurit TNI yang terlibat.

Dua dari enam tersangka merupakan seorang perwira infanteri berinisial Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK. Sementara sisanya berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R. Sedangkan, empat tersangka dari kalangan sipil yakni APL alias J, DU, R, dan RMH.

Demikianlah beberapa kasus hukum yang melibatkan aparat penegak hukum sebagai pelakunya. Ia yang seharusnya menegakkan hukum sebagai fungsi pokoknya justru bertindak sebaliknya. Kiranya tepatlah kalau julukan pagar makan tanaman disematkan kepada mereka.

Sanksi dan Solusi untuk Pelanggar

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh orang biasa tentu berbeda dengan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang diberi mandat untuk menegakkan hukum sebagai tugas pokoknya.

Karena perbedaan subyek pelanggar hukum tersebut mempunyai konsekuensi yang berbeda. Jika pelanggaran hukum dilakukan oleh orang biasa maka dampaknya tidak seberapa dibandingkan dengan aparatpenegak hukum sebagai pelakunya. Karena itu wajar kalau sanksi yang mesti dijatuhkan pada aparat yang melakukan pelanggaran hukum lebih berat dibandingkan dengan sanksi hukum yang dikenakan terhadap orang biasa.

Mengapa sanksi yang dikenakan terhadap aparat pelanggar hukum harus lebih berat dibandingkan dengan sanksi yang dikenakan terhadap orang biasa? Sekurang kurangnya ada empat alasannya.

Yang Pertama, Aparat Penegak Hukum adalah Teladan. Sebagai panutan atau teladan tidak sepantasnya ia bertindak dan bersikap menyimpang karena yang namanya teladan itu seluruh tindak tanduk dan perilakunya akan ditiru oleh orang orang disekitarnya. Dalam kaitan dengan penegakan hukum seorang aparat penegak hukum seyogyanya mencontohkan bagaimana cara berperilaku dan beritndak yang sesuai dengan koridor hukum dan bukan sebaliknya. Karena itu jika seorang aparat yang seharusnya menjadi teladan yang baik tapi justru menjadi pelanggar hukum atau teladan yang buruk maka sanksi berat pantas di kenakan kepadanya.

Yang Kedua, Aparat Penegak Hukum Digaji oleh Negara. Dalam menjalakankan tugasnya aparat penegak hukum itu telah digaji dan mendapatkan fasilitas dari negara. Dengan gaji dan fasilitas yang diterimanya semestinya aparat penegak hukum itu memberikan sumbang sih sebagai imbal baliknya dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara sesuai dengan tugas pokoknya yaitu menegakkan hukum yang diamanahkan kepadanya. Bukan mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Karena itu seorang penegak hukum yang mendapatkan gaji dan fasiltas dari negara tapi ternyata berperilaku menyimpang misalnya melakukan korupsi, maka hukuman berat pantas di dihadiahkan kepadanya

Yang Ketiga, Aparat Penegak Hukum Sudah Mengerti Hukum. Seorang penegak hukum yang kesehariannya menggeluti profesi sebagai penegak hukum maka sangat wajar kalau ia yang paling tahu dan paham soal hukum yang digelutinya. Mengerti tentang peraturan hukum dan konsekuensi yang harus diterima apabila ada pelanggaran hukum yang melakukannya. Oleh karena itu seorang penegak hukum yang sudah paham dan mengerti tentang hukum kemudian melakukan pelanggaran hukum maka hukuman berat pantas dikenakan padanya.

Yang Keempat, Agar Aparat Penegak Hukum tidak mengulangi lagi perbuatannya. Urgensi pemberian sanksi berat bagi aparat penegak hukum yang melanggar hukum salah satunya dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepadanya. Karena kalau hukumannya ringan para pelanggar itu akan dengan mudah mengulangi lagi perbuatannya. Dengan sanksi yang berat diharapkan para penegak hukum yang melanggar hukum akan berpikir ulang untuk mengulangi lagi perbuatannya.

Penerapan sanksi yang berat bagi aparat penegak hukum yang melanggar hukum tentunya bukan satu satunya solusi untuk meminimalkan terjadinya pelanggaran serupa. Diperlukan reformasi penegakan hukum dengan pendekatan sistem hukum menempatkan aspek struktur hukum khususnya aparat penegak hukum hukum sebagai isu sentralnya. Karena yang namanya suatu sistem itu berjalan tergantung pada sumberdaya manusianya dalam hal ini aparat penegak hukumnya.

Merekalah yang paling berperan dalam menentukan merah atau hijaunya penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia. Reformasi penegakan hukum yang menyasar pada struktur hukum sebagai isu sentralnya bisa dilakukan mulai tahap rekrutmen aparat penegak hukum, jenjang karier dan Pendidikan, reward dan punishment bagi aparat penegak hukum dan sebagainya.

Dalam kaitan ini seorang ahli hukum pidana Belanda yang terkenal bernama Tayerne menyatakan bahwa hukum yang baik di tangan aparat yang buruk akan menjadi hukum yang buruk juga. Tetapi hukum yang buruk , ditangan penegak hukum yang baik akan menjadi baik juga pada akhirnya. Sehingga nampak disini faktor manusia adalah penentu utamanya termasuk dalam dunia penegakan hukum di Indonesia.


Lebih baru Lebih lama
Pilkada-Kota-BJB

نموذج الاتصال