Menelisik Agenda Terselubung Dibalik Manuver Koalisi Indonesia Bersatu

Desmond J Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI
(Foto: nett)

BORNEOTREND. COM -- Pemilu 2024 memang terbilang masih lama. Tetapi kasak-kusuk, gelagat dan upaya penggalangan kekuatan antara partai politik sudah mulai dilakukan oleh kalangan elitenya.

Sebagai contoh pada Kamis (12/5/2022) malam, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa sepakat untuk bertemu di Rumah Heritage, Jakarta.

Dalam pertemuan itu, ketiga ketua umum partai tersebut menyepakati pembentukan koalisi yang dinamakan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang merupakan langkah politis mendahului partai politik lainnya. Ketiga partai politik ini sepakat untuk mengikat kerjasama dalam bentuk koalisi untuk tujuan yang mereka sepakati bersama.

Dengan berkoalisi, tiga parpol yang menguasai 25,7 persen kursi DPR itu praktis mempunyai tiket untuk mengusung pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024. Lalu apa sesungguhnya tujuan daripada pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), padahal pemilu 2024 terbilang masih lama? Adakah hubungannya pembentukan KIB ini dengan kepentingan pemerintah yang sekarang berkuasa? Dengan adanya KIB ini, mungkinkah ada agenda terselubung dibalik pembentukannya?

Tujuan KIB

Menurut Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, tujuan utama koalisi ini adalah untuk  menjadikan Indonesia yang lebih makmur, lebih kaya, dan maju di masa depan. Jika ada persaingan, maka bentuknya harus friendly competition atau persaingan yang akan segera usai setelah pemilu usai pelaksanaannya. Sebab, bangsa ini butuh bersatu agar bisa bersama-sama membangun Indonesia.

"Untuk itu kami namakan koalisi ini sebagai Koalisi Indonesia Bersatu. Karena kalau mau membangun, mau maju, mau makmur, tidak akan bisa diperoleh secara maksimal kalau kita tidak kembali bersatu," katanya seperti dikutip pers, Selasa (12/5/2022).

Dia menjelaskan, Koalisi Indonesia Bersatu diinisiasi oleh tiga partai. Maknanya, kata bersatu merupakan gabungan dari simbol-simbol Golkar, PAN, PPP. BERingin adalah lambangnya Golkar, SuryA (Matahari) PAN, dan BaiTUllah (Ka`bah) PPP.

"Jadilah kalau digabung menjadi Indonesia Bersatu. Kalau dibuatkan filosofinya, ini adalah sebuah harapan, menjadi sebuah koalisi yang berdiri kokoh, tumbuh kuat dan besar berkat sinar matahari, dan mendapatkan ridho dari Allah SWT," terangnya.

Menurut Ace, dua Pilpres terakhir menyisakan trauma mendalam karena menimbulkan pembelahan sosial dan polarisasi yang tidak kunjung sembuh meskipun pemilu sudah usai pelaksanaannya. Kata dia, semaraknya politik identitas mewarnai lanskap politik Indonesia.

"Pembelahan sosial ini seperti sulit dijembatani karena dua kutub yang esktrim terus terlibat pertengkaran dan saling caci maki hingga saat ini. Pertengkaran yang tidak ada sumbangsih apa pun untuk kemajuan bangsa," katanya.

Maka, lanjut Ace, tiga partai ini sepakat bahwa dalam Pemilu 2024 nanti tidak boleh mengalami atau terjebak pada hal yang sama. Koalisi Indonesia Bersatu ingin pemilu menjadi ajang kontestasi ide, gagasan, track record, dan prestasi diantara pesertanya. Selain itu, kesempatan untuk saling membuktikan diri mana yang terbaik di antara para peserta yang sedang berlaga.

Pernyataan senada juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno yang menyebut Koalisi Indonesia Bersatu, ingin menghindari pertarungan politik identitas dan ideologis di Pemilu Presiden 2024. Menurutnya  keinginan untuk menghindari pertarungan politik identitas itulah yang menjadi salah satu alasan pembentukan koalisi Golkar, PAN dan PPP.

Eddy mengatakan jangan sampai Indonesia kembali terjebak dalam pertarungan politik yang sifatnya ideologis dan memecah belah identitas seperti yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya.“2024 nanti kita tidak terjebak kontestasi yang hadirkan politik identitas. Politik identitas itu hanya timbulkan polarisasi,” ujar Eddy Soeparno yang seperti dikutip Kompas TV, Jumat (14/5/2022).

Sementara itu menurut Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan, bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar. Karenanya, butuh kebersamaan antara ketiga partai politik untuk membangu negara ke arah yang lebih baik ke depannya."Itulah gagasan yang kita bangun, Golkar, PPP, dan PAN, mudah-mudahan ini jadi awal bagi nanti teman-teman lain. Bersama-sama membangun negeri merah putih yang kita cintai maju lagi," ujarnya.

Begitulah tujuan dibentuknya KIB secara resmi sebagaimana dinyatakan oleh para penggagasnya. Lalu apakah memang begitu tujuan pembentukannya ?. Diluar orang dalam yang menjadi inisiatornya, pembentukan KIB dinilai mempunyai tujuan yang berbeda.

Menurut pengamat politik dan pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio menilai tujuan kehadiran KIB masih misterius  karena masih memunculkan tanda tanya. Seperti dikutip pers,  ia  menyampaikan empat dugaan di balik pembentukannya.

Dugaan pertama, Hendri menengarai koalisi ini dibentuk untuk menyaingi proses politik yang dilakukan Partai NasDem, dimana partai dengan semboyan restorasi itu akan mengumumkan calon presiden dalam Rakernas Juni mendatang.

Kedua, Hendri menduga koalisi ini dibentuk untuk mengerek elektabilitas partai masing-masing. "PPP dan PAN misalnya, elektabilitasnya kan ngeri-ngeri sedap, lalu merapat kepada Golkar. Jadi apakah tujuannya untuk sebetulnya untuk kemaslahatan rakyat atau hanya menyelamatkan partai politik masing-masing?," ujarnya dalam diskusi yang digelar MNC Trijaya FM, Sabtu, 14 Mei 2022.

Ketiga, ada dugaan koalisi ini untuk mengamankan calon tertentu saja, mislanya Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. "Kalau mau mengamankan calon, pasti biasanya kan partai yang memiliki elektabilitas tinggi akan mendorong calon," ujar dia.

Keempat, ia curiga mungkin saja ada skenario baru yang sedang dibuat dalam dunia perpolitikan. "Saya masih ingat kejadian yang di Pilkada Solo dan beberapa Pilkada lainnya, partai politik pemegang tiket ini hanya mendukung satu calon dan calon yang lain tidak diberikan kesempatan untuk maju. Akhirnya ada yang katanya calon pura-pura hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusi," tuturnya.

Sementara itu Ketua Dewan Pembina Laskar Ganjar-Puan, Mochtar Mohamad menduga bahwa pembentukan KIB hanya alat bargaining politik di tengah menguatnya isu reshuffle kabinet pemerintahan yang sekarang berkuasa. " Patut kita curigai,  tujuan terbentuknya Koalisi ini hanya untuk bargaining politik saja ," ujarnya saat menghadiri Halal Bi Halal Idul Fitri 1443 H, Sabtu (14/5/2022) seperti dikutip Law-Justice.co.

Lain lagi penilaian dari Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya. Menurutnya bergabungnya ketiga partai tersebut, masih belum cukup untuk menjadi sebuah poros koalisi sehingga pernyataan dari ketiga pimpinan partai itu tak lebih dari sekadar kesepakatan lisan sebab tidak memiliki ikatan apapun jua. “Dugaan saya pertemuan di antara mereka hanya kongkow-kongkow politik saja”, lanjutnya.

Yang namanya dugaan bisa saja benar tapi bisa juga salah tergantung dari sudut mana menilainya. Tapi yang paling tahu apa sesungguhnya tujuan dari pembentukan KIB adalah para penggagasnya meskipun tujuan sesungguhnya bisa saja di “hiddenkan” karena mengandung tujuan politis dibaliknya.

Ada Kepentingan Penguasa?

Misteri pembentukan KIB di tengah agenda pemilu yang masih lama pada akhirnya memang memunculkan kecurigaan akan missi sebenarnya dibalik pembentukannya. Kecurigaan muncul seperti disampaikan oleh analis Komunikasi Politik dari Lembaga Survei Kedai Kopi Hendri Satrio mempertanyakan apakah ada campur tangan istana dalam pertemuan tiga ketua umum partai politik (parpol) pada Kamis (12/5/2022).

Pasalnya, Ketua Umum Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat ini sama-sama berada di dalam pemerintahan yang sekarang berkuasa. Sehingga ada sebuah pertanyaan besar, apakah ada arahan dari Istana?.

Merespons isu ini, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, menanggapi santai saja. Menurut Arsul, pihak yang mengaitkan hal tersebut tentu senang berimajinasi dan tidak perlu ditanggapi terlalu serius. "Melihat rencana koalisi Partai Golkar, PAN dan PPP itu karena ada faktor arahan istana adalah orang yang senang berimajinasi, seolah-olah rencana-rencana atau proses-proses politik itu selalu muncul karena pengaruh atau bahkan intervensi Pak Jokowi," kata Arsul seperti dikutip pers, Selasa (17/5/2022).

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi dalam rilisnya. Menurutnya kesetiaan Koalisi Indonesia Bersatu (PAN, Golkar, dan PPP) terhadap pemerintahan Jokowi-Ma`ruf Amin tidak perlu diragukan karena tidak ada agenda tersembunyi di dalamnya. "Tidak ada agenda politik tersembunyi atau terselubung. Semua serba transparan alias terang benderang," kata Viva Yoga di Jakarta, Minggu (15/5/2022) dilansir dari media Law-Justice.co.

Bantahan memang boleh boleh saja disampaikan tetapi publik tentu saja mempunyai pandangan yang berbeda. Kuat dugaan adanya manuver pembentukan KIB tidak lepas dari langkah langkah politik yang dilakukan sebelumnya dalam rangka mengamankan kepentingan pemerintah yang berkuasa kedepannya.

Setelah manuver tiga periode dan penundaan pemilu gagal mendapatkan dukungan dari masyarakat Indonesia, bisa saja dilakukan upaya lebih “soft” yaitu membentuk sebuah koalisi partai yang diharapkan akan mampu menjadi pengaman bagi kepentingan pemerintah yang sekarang berkuasa. Apalagi partai yang tergabung dalam KIB relatif sama dengan partai yang menginisiasi penundaan pemilu dan tiga periode minus partai Kebangkitan Bangsa.

Benang merah adanya kepentingan penguasa dibalik pembentukan KIB dapat dibaca adanya kesepakatan diantara tiga elit partai tersebut yang bersepakat untuk menjauhi politik identitas, mengawal pemerintah saat ini hingga berakhir pada 2024 dan melanjutkan program-program strategis Presiden Jokowi ke depannya.

Mereka juga bersepakat bahwa kalau ada partai lain yang mau bergabung dengan KIB syaratnya harus legowo untuk menerima dua konsekuensi sebagaimana dinyatakan diatas sebagai rambu rambunya, yaitu :

Pertama, tidak boleh memainkan politik identitas, sebagaimana pernah terjadi pada pilkada DKI Jakarta. Bagi parpol yang pernah, atau punya ancang-ancang hendak mendongkrak suaranya saat pemilu 2024 nanti dengan cara mengusung politik identitas, tentu harus berpikir dua kali untuk ikut bergabung dengan KIB karena akan ditolaknya.

Kedua, harus rela "duduk" di gerbong kedua. Artinya, tidak boleh menuntut macam-macam. Karena untuk gerbong pertama, "kursinya" sudah penuh dikapling oleh Golkar, PPP dan PAN. Secara tersirat, hal ini nampak dari penyampaian Sekjen PAN bahwa ketiga Ketum partai sebelumnya sudah intens mengadakan komunikasi secara regular yang artinya, tidak ada Ketum Partai keempat yang ikut terlibat dalam proses lahirnya KIB.

Dengan adanya komitmen dan rambu rambu dari KIB sebagaimana dikemukakan diatas, rasanya sangat bersesuaian dengan kepentingan pemerintah yang sekarang berkuasa. Mengapa?, karena komitmen KIB sejalan dengan keinginan penguasa. Disadari atau tidak, Pak Jokowi sangat berkepentingan terhadap calon penggantinya yang bisa meneruskan visi dan  misinya.

Bagi Pemerintah sekarang, yang paling urgen barangkali adalah bagaimana pemerintah penggantinya nanti bisa meneruskan upaya untuk menjaga keutuhan NKRI dan Pancasila. Mengingat saat ini gerakan islam transnasional seperti  gerakan khilafah, paham radikal-intoleran dinilai sebagai ancaman terhadap eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.  

Bagi kelangsungan NKRI, gerakan islam transnasional dianggap merupakan ancaman nyata karena dinilai dapat menggerogoti empat pilar kebangsaan. Yakni Pancasila, Bhinnneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.

.Sebagaimana diketahui gerakan islam transnasional ini menurut penilaian mereka selalu mengupayakan untuk  merebut kekuasaan menggunakan cara-cara politik identitas yang tidak dikehendaki oleh pemerintah yang sekarang berkuasa.Oleh karena itu gerakan seperti ini tidak boleh berkembang melalui pergantian kepemimpinan nasional nantinya.

Kepentingan lainnya barangkali adalah bagaimana menjaga supaya pemerintahan yang sekarang berkuasa tetap eksis sehingga kaum oligarki yang mengendalikan pemerintah bisa terus menikmatinya. Supaya kondisi nyaman yang sudah tercipta sekarang bisa dipertahankannya.

Kepentingan selanjutnya adalah untuk mengamankan agenda pindah ibuko negara. Karena bisa saja agenda pindah ibukota gagal karena presiden terpilih belum tentu akan melanjutkan gagasan pendahulunya.Kalau hal ini terjadi maka proyek pindah IKN bisa mangkrak menjadi monumen kegagalan pemerintah  seperti halnya mangkraknya proyek Hambalang ketika presiden SBY bekuasa.

Jangan lupa ada kepentingan lainnya yaitu untuk mengamankan jaringan bisnis dan usahanya bagi pejabat yang kebetulan merangkap sebagai pengusaha. Pejabat yang sekaligus merangkap sebagai pengusaha (peng peng) ini sudah bukan rahasia lagi dilingkungan pemerintahan yang sekarang berkuasa. Mereka sepertinya sangat enjoy bisa merangkap sebagai pejabat (yang mengatur) dan pengusaha ( yang diaturnya).

Sepertinya KIB menjamin itu semua. Dengan memberi garis bahwa KIB hanya menerima rekan koalisi yang menolak penggunaan politik identitas dan yang lain lainnya. Sehingga wajar kalau kemudian ada yang menduga pembentukan KIB sesungguhnya terwujud atas arahan istana. Seperti halnya manuver penundaan pemilu dan gerakan tiga periode yang tetap dibiarkan berkembang tanpa adanya sanksi bagi mereka yang menjadi penggeraknya pada hal sudah “menampar” muka presiden yang saat ini  berkuasa.

Agenda Terselubung

Secara adminstratif, kekuatan suara Golkar, PPP dan PAN di parlemen cukup signifikan untuk mengusung sendiri siapa Capres dan Cawapresnya. Tidak perlu ada tambahan dari parpol lainnya. Untuk diketahui, jumlah anggota legislative tingkat pusat dari Golkar hasil Pemilu 2019 adalah sebanyak 85 kursi, PPP 19 dan PAN 44 kursi, totalnya sama dengan 148 kursi atau sekitar 26 persen cukup untuk satu tiket pasangan calon yang akan di usungnya di Pemilu 2024.

Sesuai bunyi Pasal 222 UU. No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum menyebutkan bahwa: Pasangan calon (presiden/wapres) diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Sayangnya meskipun gabungan tiga partai tersebut sudah memenuhi syarat untuk  tiket mencalonkan pasangan yang akan diusungnya, tokoh tokoh dari tiga partai itu terbilang rendah elektabilitasnya

Jika melihat hasil survei capres 2024 dari Charta Politika Indonesia pada 1.220 responden dari 10-17 April 2022 di 122 desa/kelurahan seluruh Indonesia, tidak ada satu pun nama tokoh dari tiga partai tersebut yang berada di tiga besar, termasuk Airlangga. Airlangga jauh di urutan 14 dengan elektabilitas 0,7%. Delapan tingkat di bawahnya, bersama pemilik elektabilitas rendah lain sebanyak 0,1%, ada nama Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa.

Hasil survei lembaga yang sama pada akhir 2021 tidak jauh berbeda. Airlangga hanya dipilih oleh 1% responden saja. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Suharso Monoarfa malah tidak muncul namanya.

Satu-satunya cara agar koalisi ini mampu menjadi penantang yang dipertimbangkan atau bahkan pemenang adalah mengusung calon dari luar partainya. Bagaimanapun, untuk menang, ketiga partai ini “mesti realistis” untuk mau mengalah cari calon dari luar kader partainya.

Banyak tokoh-tokoh nonpartai yang elektabilitasnya tinggi, seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo  atau Ridwan Kamil, dapat diperhitungkan untuk menjadi pilihannya. Sampai sekarang belum ada partai yang resmi mendukung orang-orang seperti ini sebagai capres pilihan mereka. Namun dengan mempertimbangkan adanya komitmen tiga partai ini untuk tidak memainkan politik identitas, rasanya calon seperti Anies Baswedan tidak akan masuk kriterianya. Karena Anies selama ini dinilai lekat dengan politik identitas saat memenangkan pilkada di Jakarta.

Pilihan bisa saja jatuh ke Ganjar Pranowo (kalau tokoh ini tidak di usung oleh PDIP karena adanya kebijakan internal mereka). Kalau Ganjar yang disebut sebut sebagai “Jokowi kecil” ini tidak dipinang oleh partai lain  atau tidak berhasil mendapatkan perahu maka KIB bisa menjadi perahunya.  Apalagi Ganjar sering digadang gadang sebagai penerus Jokowi karena kesamaan visi misi dan latar belakangnya.

Dengan formulasi seperti ini maka satu sama yang lain menjadi saling diuntungkan karena saling melengkapi kekurangannya. Koalisi KIB mempunyai perahu tapi tidak punya tokoh yang tinggi elektabilitasnya. Sebaliknya kubu Jokowi atau pemerintah yang sekarang berkuasa memiliki Ganjar sebagai Jokowi kecil yang mempunyai banyak massa pendukung namun belum jelas perahunya.

Kalau formulasi ini terbentuk nantinya maka bisa saja Calon Presidennya Ganjar Pranowo sementara Airlangga Hartarto sebagai Wakilnya atau sebaliknya. Sementara PPP dan PAN cukuplah mendapatkan jatah Menteri di kabinet yang akan dibentuk nantinya jika berhasil memenangkan laga.

Dengan formulasi seperti itu maka dugaan adanya arahan istana saat pembentukan KIB bisa saja ada benarnya. Sehingga misi terselubungnya adalah bagaimana mengamankan satu tiket untuk pemilu serentak yang bisa mengakomodasi Capres/ Cawapres yang diusung oleh kubu penguasa. Agar kepentingan-kepentingan pemerintah yang sekarang berkuasa saat ini tetap aman dan terjaga kelanjutannya.  Karena bagaimanapun manuver tunda pemilu 2024 dan tiga periode yang gagal perlu ada solusinya. 

Apakah pembentukan KIB menjadi salah satu alternatif jalan keluarnya?


 



Lebih baru Lebih lama
Pilkada-Kota-BJB

نموذج الاتصال