![]() |
| ILUSTRASI: Pelecehan seksual oleh oknum dosen ULM kembali menjadi perbincangan publik - Foto Dok Istimewa |
BORNEOTREND.COM, KALSEL- Kasus dugaan pelecehan seksual di Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkuat (ULM) terus berlanjut di Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Bahkan Satgas PPKS telah menyerahkan rekomendasi terhitung sejak 23 Desember 2025 untuk ditindak lanjuti tim pemeriksa disiplin Aparatus Sipil Negara (ASN).
Sebelumnya, Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) berinisial ZA diduga melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswinya sendiri.
Sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya – red) mengaku mendapat perlakukan tidak senonoh dari oknum dosen Fakultas Kehutanan ULM.
Bagian tubuh Bunga di sentuh secara paksa oleh terduga berinisial ZA yang menawarkan keringanan biaya pembayaran Praktik Hutan Tanam (PHT).
Bunga bercerita, awalnya dia dan teman kuliahnya direncanakan berangkat PHT ke luar daerah. Namun, Bunga tidak memiliki cukup uang untuk memenuhi biaya keberangkatan PKL.
Setelah itu, modus dari ZA berinisiatif memberikan keringanan biaya kepada Bunga asalkan Bunga mau mengikutinya masuk ke ruang kerjanya. Setelah di dalam ruang kerjanya, sontak ZA menyentuh secara paksa area-area sensitif tubuh Bunga.
“Tubuh saya disentuh secara paksa,” ungkap Bunga baru-baru tadi.
Bunga pun melawan dan keluar dari ruang ZA. Atas kejadian tersebut, Bunga mengalami trauma hingga tidak berani lagi melakukan aktivitas perkuliahan.
Atas pemberitaan ini, melalui pernyataan resminya yang ditulis tanggal 24 Desember 2025 lalu terlapor ZA menyatakan keberatan dan menilai informasi yang dimuat tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Ia menegaskan tidak pernah menawarkan keringanan biaya Praktik Hutan Tanam (PHT) secara pribadi kepada mahasiswa.
Menurut ZA, pembahasan terkait keterbatasan biaya PHT dilakukan secara terbuka dalam rapat resmi pada 17 Oktober 2025 di ruang sidang lantai 3 Fakultas Kehutanan ULM. Rapat tersebut dihadiri lima dosen dan enam mahasiswa peserta PHT.
“Dalam rapat itu, panitia menjelaskan akan berupaya mencarikan tambahan dana bagi mahasiswa yang membutuhkan. Penjelasan ini disampaikan di hadapan dosen dan mahasiswa, bukan secara personal,” ujar ZA dalam klarifikasinya.
ZA juga membantah tudingan bahwa dirinya secara sepihak memberikan keringanan biaya kepada korban karena rasa kasihan. Ia menegaskan, keputusan terkait pembiayaan PHT sepenuhnya menjadi kesepakatan mahasiswa.
“Kami dosen tidak mengatur atau memberikan keringanan biaya. Yang kami sampaikan hanya kemungkinan bantuan tambahan dana bagi mahasiswa yang secara wajar bisa dibantu,” katanya.
Terkait pertemuan di ruang kerja, ZA menyebut bahwa korban sendiri yang meminta untuk menyampaikan persoalan pribadinya secara langsung di ruangannya, meski sebelumnya telah diarahkan agar disampaikan dalam forum rapat.
“Dalam rapat tersebut, korban menyatakan ingin menjelaskan langsung di ruangan saya. Saya sempat meminta agar disampaikan di ruang rapat, namun yang bersangkutan tetap berkeinginan bertemu di ruangan saya,” jelasnya.
ZA juga membantah keterangan bahwa pintu ruang kerjanya terkunci saat pertemuan berlangsung. Ia menyebut ruang tersebut tidak memiliki kunci dari dalam.
“Ruangan THH tidak bisa dikunci dari dalam karena menggunakan gembok dari luar, dan pintunya separuh kaca sehingga aktivitas di dalam dapat terlihat dari luar,” tegasnya.
Mengenai tuduhan adanya sentuhan fisik dan perbuatan tidak senonoh, ZA secara tegas membantah. Ia menyatakan selama pertemuan berlangsung, posisi duduk antara dirinya dan mahasiswa dipisahkan oleh meja kerja.
“Kami duduk berhadapan seperti bimbingan akademik pada umumnya. Saya di kursi kerja, sementara mahasiswa duduk di kursi tamu yang terpisah oleh meja,” tukasnya.
Penulis: Tim
