Penggunaan Bahasa Banjar "Carubu" dalam Cover Lagu Jadi Keprihatinan Bersama Seniman dan Budayawan Banua

 

Diskusi para seniman dan budayawan dipandu oleh Ketua Dewan Kesenian Kalsel Taufik Arbain, menjelang digelarnya pembukaan ASKS XXII di Marabahan, Jumat (14/11/2025).
(Foto: istimewa)

BORNEOTREND.COM - Munculnya video lagu berbahasa Banjar di berbagai platform media sosial, yang menggunakan bahasa Banjar kurang pantas bahkan mengarah pornografi, menjadi keprihatinan bersama para seniman dan budayawan. Video cover lagu dengan menggunakan bahasa Banjar kurang pantas tersebut dianggap melanggar nilai-nilai atau adab kesopanan budaya Banjar itu sendiri.

Hal itu disampaikan para seniman dan budayawan sesaat sebelum dibukanya Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS XII) di Marabahan (Barito Kuala), Jumat (15/11/2025). Pertemuan yang dinisiasi Dewan Kesenian Kalsel ini, menjadi ruang diskusi kalangan para seniman dan budayawan. Mereka terdiri Ketua Dewan Kesenian Kalsel, para Ketua Dewan Kesenian kabupaten/kota di Kalsel dan akademisi.

Ketua Dewan Kesenian Kalsel Datuk Taufik Arbain, mengangap penting adanya rembuk pemikiran melihat fenomena yang terjadi dalam rangka menjaga kreativitas berkesenian dan berkebudayaan banua, agar tetap menjunjung nilai dan norma kepatutan yang ada di masyarakat.

"Era digital sebuah karya tidak sekadar lirik, dan bunyi-bunyian yang hadir --tetapi ia akan meluas menjadi respons sebagai dampak dari output karya, berupa komentar-komentar. Ada yang merespon sebagai lelucun, ada yang semakian menambah meluasnya bahasa vulgar, dan ada yang mengutuk dan menyayangkan," ungkap Taufik Arbain. Ia menyarankan realitas ini perlu lagi ada forum lanjutan dan disinergikan dengan lembaga-lembaga kebudayan seperti LBB dan Kesultanan Banjar serta lembaga lainnya.

Sementara itu Ketua Dewan Kesenian Kota Banjarbaru, Yani Makkie, juga sangat menyayangkan maraknya tayangan lagu atau cover lagu dalam bahasa Banjar yang kurang pantas tersebut. "Sangat kita sayangkan hadirnya konten lagu-lagu berbahasa Banjar yang pemakaiannya kurang pantas. Itu kita lihat dimulai dari salah seorang penyanyi lagu Banjar dengan gaya khasnya, lalu yang lain ikut-ikutan," ujar Yani Makkie.

Ketua Dewan Kesenian Batola, Bajau Malela, menyatakan senang adanya inisiatif diskusi dengan tema tersebut saat momentum ASKS XXII di Marabahan, Batola. "Saya sangat senang adanya pemikiran demikian di saat acara aruh sastra guna menjaga marwah kita dalam berkebudayaan dan berkesenian," ungkapnya

Dalam diskusi tersebut juga hadir tokoh muda  akademisi, yakni Dr Nasrullah dan Dr M Budi Zakia Sani. Mereka berdua juga mendukung apa yang dilakukan Dewan Kesenian Kalsel dan Dewan Kesenian kabupaten/kota yang ada.

"Banyak bicara hal-hal yang jorok, pornografi tidak, tapi mengganggu rasa. Kita ada di sini menunjukkan sebagai kontrol sosial. Lagu itu dilihat tidak hanya bicara estetika suara, tapi juga bagaimana makna yang ada. Ada kata-kata membuat orang tidak nyaman mendengarnya. Misalnya sangkadi, bacorek, itu membuat orang yang mendengarnya tidak nyaman," ujar Dr Nasrullah, yang juga dikenal sebagai antropolog Banua.

Banyaknya konten lagu yang berisi bahasa (lirik) yang jorok atau lanji tersebut juga tidak terlepas dari hadirnya teknologi aplikasi Suno AI (artificial intelligence), kecerdasan buatan. Orang dengan mudah membuat lagu atau meng-cover lagu dengan mengubah liriknya, dengan hasil yang bagus. 

"Awalnya kan konten yang mengandung kata-kata carubu atau lanji itu dilakukan kawan kita Tommy Kaganangan. Lalu secara masif diikuti yang lainnya, sebab Tommy merupakan trendsetter, ia juga seorang influencer yang banyak followernya. Ini terjadi juga karena hadirnya aplikasi Suno AI yang dengan mudah digunakan untuk membuat lagu. Hal ini juga membuat kawan-kawan pencipta lagu atau pengkarya gelisah. AI bisa membantu bisa juga dimanfaatkan tujuan lain," ujar DR M Budi Zakia Sani, Ketua Jurusan Seni Pertunjukan, FKIP ULM.

Diskusi tersebut juga dihadiri para seniman dan budayawan, antara lain Yadi Muryadi, Ali Sysmddin Arsi, Johnson Marzuki, Sekretaris Dewan Kesenian Kalsel Tarmuji dan sastrawan nasional Peri Sandi.

Dari jalannya diskusi tersebut, dapat diambil kesimpulan secara umum, bahwa semua orang boleh saja berkarya, menciptakan hal baru, tapi tidak serta merta melanggar norma atau asas kepatutan yang ada di masyarakat. Termasuk penggunaan kata-kata yang kurang pantas atau "carubu" dalam lirik lagu yang dilantunkan.

Editor: Khairiadi Asa


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال