Baandi-andi Seni Tradisi Lisan Leluhur, Perlu Dilestarikan

 

Narasumber diskusi Seni Tradisi Lisan, dari kiri ke kanan: Drs Hairiyadi MHum, Akhmad Riza Pahlipi (dan Sri Wahyu Nengsih M.Pd.
(Foto: istimewa)


BORNEOTREND.COM - Baandi-andi sebagai salah satu seni tradisi lisan keberadaannya kini sangat jarang dilakukan. Isi cerita andi-andi biasanya mengandung nasihat, kepahlawan, maupun legenda-legenda leluhur mereka. Tema inilah yang mengemuka dalam diskusi seni tradisi lisan yang digelar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalsel, sebelumnya di tempat yang sama juga digelar lomba dongeng, Kamis (6/11/2025), di salah satu hotel di Banjarmasin.

Menurut Hairiyadi baandi-andi adalah cerita atau kisah yang disampaikan secara lisan dengan irama (berlagu) tanpa iringan alat musik. Baandi-andi beberapa tahun terakhir ini adanya hanya di wilayah-wilayah pegunungan Meratus. Itu pun sudah langka terdengar atau dilakukan masyarakat di sana.

"Selama ini kita hanya mengenal bahasa Banjar ada hulu (pahuluan) dan kuala. Tapi tidak pernah disebut bahasa yang ada di pegunungan (bukit). Itu ada beberapa perbedaan atau kekhasannya," ujar Hairiyadi yang sudah lama menggeluti penelitian di wilayah-wilayah pemukiman penduduk pengunungan Meratus.

Menurut Hairiyadi baandi-andi itu adalah bagian tradisi leluhur yang harus dilestarikan karna itu bagian pendidikan yang bisa dilakukan dengan cara informal. Ceritanya bisa bertema heroisme dan pesan-pesan nilai sosial lainnya.

Peserta diskusi yang juga banyak dihadiri kalangan pelajar dan mahasiswa (gen z), mengaku baru pertama kali mendengar seni tutur baandi-andi. 

"Baandi-andi ini pernah diusulkan untuk mendapat penghargaan/pengakuan sebagai warisan budaya tak benda ke Kementerian Kebudayaan oleh Pemerintah Kabupaten Tapin, yang lokasinya berada di Kecamatan Piani. Tapi tidak berhasil salah satunya karena tidak ada pelaku utama yang dianggap sebagai maestronya," ujar Khairiadi Asa yang mewakili Dewan Kesenian Kalsel.

Khairiadi Asa juga menyebut perlu upaya pelestarian seni baandi-andi ini dengan cara melakukan pemetaan wilayah, tokoh adat, dan aktivitas sosial budaya warga yang ada. 

Diskusi seni tradisi lisan menampilkan tiga narasumber, yakni Drs Hairiyadi MHum (Baandi-andi), Akhmad Riza Pahlipi (Bapandung) dan Sri Wahyu Nengsih M.Pd dari Balai Bahasa Kalimantan Selatan (Upaya Pelestarian Bahasa Daerah).

***




Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال