![]() |
Oleh: Mohammad Effendy (Forum Ambin Demokrasi) |
Perilaku sebagian wakil rakyat yang berjoget ria setelah mendengar kenaikan berbagai tunjangan dan fasilitas kerja yang terekam video dan beredar luas di medsos membuat masyarakat geram. Mahasiswa turun ke jalan menyampaikan protes sambil meneriakan “bubarkan DPR”, dan di muka gedung parlemen mereka mnyampaikan orasi yang mengecam wakil rakyat tersebut. Kemarahan rakyat dan mahasiswa juga dipicu oleh pidato Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya yang tanpa merasa bersalah mengemukakan bahwa gaji para guru adalah “beban negara”.
Amanat konstitusi dengan sangat jelas mencantumkan kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berarti Pemerintah wajib memfasilitasi rakyatnya agar dapat mengenyam pendidikan. Mahkamah Konstitusi juga talah menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin rakyat dapat mengikuti pendidikan tingkat dasar secara gratis. Hal tersebut mengandung makna bahwa Pemerintah/Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran untuk biaya pendidikan dan kewajiban dimaksud bahkan dinyatakan secara eksplisit dengan nominal 20 % APBN/APBD.
Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut di samping bertentangan dengan semangat konstitusi juga telah menumbuhkan luka bagi masyarakat. Sebab, sebagai pejabat pemerintah yang mengelola keuangan negara, antara ucapan dengan kebijakan yang dilakukannya saling bertentangan satu sama lain. Di satu pihak Menkeu menyatakan bahwa gaji guru adalah beban negara yang berarti Menkeu telah mereduksi makna konstitusi yang mengharuskan Pemerintah memfasilitasi sektor pendidikan. Diwaktu yang bersamaan Pemerintah melalui Menkeu membuat kebijakan untuk memberikan tambahan tunjangan dan fasilitas bagi anggota DPR.
Tumbuhnya luka dan kemarahan masyarakat/mahasiswa dipicu oleh kondisi rakyat yang beban hidupnya semakin berat. Angka kemiskinan yang kian menaik karena banyaknya kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat dan bahkan ditambah dengan beban pajak yang terus meningkat. Beriringan dengan hal tersebut Pemerintah justeru menggunakan anggaran negara untuk menambah berbagai fasilitas dan tunjangan kepada anggota DPR dan juga kepada pejabat lainnya.
Di tengah penderitaan hidup serta kemiskinan yang makin massif, para wakil rakyat dan pejabat pemerintah justeru bergelimang kemewahan dengan berbagai fasilitas jabatan. Tanpa rasa malu pejabat pemerintah dan juga wakil rakyat memamerkan kemewahan hidup mereka di tengah rakyatnya yang kelaparan. Perilaku seperti itu tanpa disadari telah meruntuhkan marwah jabatan yang seharusnya dijunjung tinggi.
Pejabat kita tidak mau berkaca dan mungkin tidak mau tahu bahwa di negara-negara yang rakyatnya hidup makmur karena negara membiayai dan memfasilitasi semua layanan publik secara optimal, pejabat pemerintahnya justeru dibatasi dengan ketat dalam penggunaan fasilitas jabatan. Mereka sangat sadar bahwa tugas pejabat publik adalah mengusahakan bagaimana agar rakyat dapat terus meningkat kesejahteraannya serta mendapat pelayanan yang dibutuhkan sehingga dapat hidup dengan nyaman.
Di negara yang sistem hukum dan pengelolaan negaranya sudah berjalan dengan baik warga masyarakat yang ingin berkiprah di dunia politik atau ingin menduduki jabatan publik sudah mengetahui dan menyadari sejak awal bahwa jabatan yang mereka akan duduki bukan sarana untuk mendapatkan kekayaan dan kemewahan. Jabatan tersebut adalah wadah mereka menempa diri untuk menjadi pemimpin dan berharap dapat meninggalkan jejak sejarah yang selalu rakyat kenang.
Jika ingin hidup mewah dan kaya, maka profesi yang harus mereka geluti adalah dunia bisnis dan menjadi pengusaha. Sebagian dari politisi di negeri itu memang ada yang berlatar belakang pengusaha kaya. Akan tetapi ketika mereka memutuskan untuk terjun ke dunia politik dan berupaya menduduki jabatan publik maka sistem hukum di sana dan juga dari kesadaran sendiri mereka dengan sukarela melepaskan keterkaitan dengan usahanya. Hal tersebut tentu untuk menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan.
Sementara di negeri kita untuk dapat hidup mewah dan menjadi orang kaya selain menjadi pengusaha jalan pintasnya adalah menjadi politisi atau pejabat publik, dan/atau meraih keduanya. Kondisi seperti ini tidak hanya menjadi lelocon di masyarakat tetapi ia sudah menjadi fakta empirik yang sulit dibantah kebenarannya, sangat menyakitkan, serta sekaligus sangat memalukan dalam pergaulan global dan hubungan lintas negara.