![]() |
Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif 32% terhadap produk asal Indonesia mulai 1 Agustus 2025 – Foto Net |
BORNEOTREND.COM, JAKARTA - Upaya pemerintah Indonesia menggandeng sektor swasta untuk menawarkan pembelian komoditas dan investasi jumbo ke Amerika Serikat senilai US$34 miliar tak mampu membendung keputusan Presiden AS Donald Trump. Lewat surat resmi ke Presiden RI Prabowo Subianto, Trump tetap memutuskan untuk memberlakukan tarif 32% terhadap produk asal Indonesia mulai 1 Agustus 2025.
Pemerintah Indonesia bersama sektor swasta telah menyusun tawaran strategis berupa paket pembelian komoditas dari Amerika Serikat serta komitmen investasi dengan nilai total mencapai US$34 miliar atau sekitar Rp547 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.100 per dolar AS). Langkah ini dilakukan sebagai bentuk diplomasi ekonomi untuk meredam potensi ketegangan dagang antara kedua negara.
Namun, tawaran tersebut tidak cukup untuk mengubah sikap Presiden AS Donald Trump. Dalam surat resmi yang ditujukan langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto, Trump menegaskan tetap akan memberlakukan tarif sebesar 32% terhadap sejumlah produk impor dari Indonesia. Kebijakan ini akan mulai berlaku efektif pada 1 Agustus 2025.
Penetapan tarif ini dinilai sebagai bagian dari kebijakan proteksionis AS yang selama ini sering diterapkan Trump untuk melindungi industri dalam negerinya. Belum diketahui secara rinci komoditas mana saja yang akan terdampak tarif baru tersebut.
Pemerintah Indonesia saat ini tengah mengkaji respons diplomatik dan strategi dagang lanjutan untuk mengantisipasi dampak dari kebijakan tersebut terhadap ekspor nasional, khususnya sektor-sektor yang paling rentan.
Pengenaan tarif 32% ini akan sangat berdampak buruk terhadap ekonomi Indonesia. Berdasarkan perhitungan Center of Economic and Law Studies (CELIOS), tarif 32% ini akan mengakibatkan turunnya nilai ekspor Indonesia hingga Rp 105,9 triliun. Kemudian turunnya output ekonomi nasional sebesar Rp 164 triliun.
"Jadi ini cukup signifikan dampaknya terhadap ekonomi Indonesia, karena beberapa sektor padat karya masih bergantung pada Amerika Serikat. Alas kaki pakaian jadi dominan ke Amerika," kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira.
Bhima menambahkan, dampak langsung yang akan dirasakan masyarakat ialah menurunnya pendapatan tenaga kerja di Indonesia. Ia menyebut penurunan pendapatan tenaga kerja mencapai Rp 52 triliun.
Kemudian, ia menyebut bahwa tarif 32% ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan serapan tenaga kerja hingga mencapai 1,2 juta orang. Hal ini karena tarif ini sangat berdampak terhadap industri padat karya RI.
"Itu dampak langsungnya bagi masyarakat soal pengangguran dan pendapatan tenaga kerja turun tajam," katanya.
Dengan kondisi tersebut, Bhima mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret guna merespons kebijakan tarif tersebut dengan melakukan diversifikasi tujuan ekspor ke sejumlah negara lain.
"Salah satunya ke Intra ASEAN, kemudian lebih penetrasi lagi ke negara BRICS. Atau ke daerah lain misalnya di Timur Tengah, kemudian Amerika Latin, Asia Selatan juga. Jadi mau nggak mau memang harus terus melakukan perluasan pasar ekspor," katanya.
Senada, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan bahwa tarif ini akan berdampak terhadap menurutnya eskpor Indonesia ke AS. Terlebih ekspor Indonesia ke AS lebih banyak padat karya yang bakal menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor tersebut.
"Tentunya akan ada pressure, akan ada challenge juga terhadap industri padat karya ini. Termasuk juga kemungkinan pemutusan hubungan kerja seperti misalnya industri tekstil atau garment saja itu ada sekitar 1 juta orang yang terlibat di dalamnya. Dan itu kalau misalnya ekspor yang ke Amerika Serikat akan turun tentunya akan berdampak terhadap employment di sektor ini," katanya
Sumber: detik.com