![]() |
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer - Foto Aljazeera |
BORNEOTREND.COM, JAKARTA – Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyatakan bahwa pemerintahannya siap mengakui kedaulatan negara Palestina dalam Sidang Umum PBB September mendatang, kecuali Israel segera mengambil langkah konkret untuk menghentikan krisis kemanusiaan di Gaza dan membuka jalan menuju perdamaian berkelanjutan.
Pernyataan ini muncul dalam konferensi pers usai rapat darurat kabinet membahas situasi Gaza, di tengah meningkatnya tekanan dari lebih dari 250 anggota parlemen Inggris yang mendesak pengakuan resmi atas Palestina.
“Saya dapat memastikan bahwa Inggris akan mengumumkan pengakuan terhadap negara Palestina dalam Sidang Umum PBB pada September ini,” kata Starmer pada Selasa (29/7/2025).
Namun, ia melanjutkan, “kecuali jika Israel mengambil langkah substansial untuk mengakhiri situasi mengerikan di Gaza, menyetujui gencatan senjata dan berkomitmen terhadap perdamaian berkelanjutan jangka panjang yang memulihkan prospek solusi dua negara.” Keputusan Starmer tersebut menyusul langkah Presiden Prancis Emmanuel Macron yang pada pekan lalu mengumumkan Paris akan mengakui Palestina pada agenda PBB yang sama.
Pernyataan PM Inggris disampaikan usai rapat darurat kabinet terkait situasi di Jalur Gaza serta di tengah desakan dari 250 lebih anggota parlemen untuk mengakui kedaulatan Palestina.
Starmer menyatakan bahwa Inggris pada akhirnya akan mengakui Palestina “sebagai kontribusi bagi proses perdamaian yang layak.”
Ia juga mengatakan bahwa tujuan akhir yang harus dicapai adalah Israel yang “aman” dapat hidup berdampingan dengan negara Palestina yang “berdaulat”.
PM Inggris menyebut prospek solusi dua negara yang semakin terancam sebagai alasan pihaknya menyatakan akan mengakui Palestina, kecuali jika rezim Zionis memperbaiki kondisi di Jalur Gaza.
Perbaikan kondisi tersebut, ucapnya, meliputi pemberian izin kepada PBB untuk menyalurkan bantuan, “menegaskan komitmen tidak akan mencaplok Tepi Barat”, dan berkomitmen terhadap proses perdamaian jangka panjang yang bermuara pada solusi dua negara.
Tak lupa, Starmer menegaskan supaya Hamas segera membebaskan semua sandera, menyepakati gencatan senjata, serta menyerahkan semua senjata dan menerima bahwa mereka “tak akan memiliki peran apapun dalam pemerintahan di Gaza.”
Lebih lanjut, Starmer menyatakan bahwa langkah tersebut ia tempuh akibat situasi di Jalur Gaza yang memburuk dan prospek terwujudnya solusi dua negara yang semakin mengecil.
Merespons pertanyaan terkait mengapa ia memberi syarat kepada Israel dalam isu pengakuan Palestina serta prospek gencatan senjata tercapai sebelum September, Starmer berkata bahwa tujuan utamanya adalah untuk memperbaiki situasi di wilayah Gaza.
Ia juga menegaskan kembali bahwa semua sandera harus dibebaskan dan bantuan kemanusiaan harus diizinkan masuk ke Gaza.
"Ini dimaksudkan untuk memajukan upaya kita … dilakukan sekarang karena saya amat khawatir (terwujudnya) gagasan solusi dua negara semakin mengecil dan semakin menjauh daripada yang dicapai pada tahun-tahun sebelumnya,” kata dia.
Merespons keputusan PM Inggris, pihak Israel mengutuk keras langkah tersebut adalah “hadiah bagi Hamas dan mencederai upaya mencapai gencatan senjata.”
Tentara Israel menolak seruan internasional untuk melakukan gencatan senjata dan terus melancarkan serangan brutal ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 sehingga menewaskan lebih dari 60 ribu warga Palestina, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Pengeboman tanpa henti juga telah menghancurkan daerah kantong tersebut dan memicu kelangkaan makanan.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap ketua otoritas Zionis Israel Benjamin Netanyahu dan mantan pejabat tinggi pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.
Sumber: Antara/Anadolu