![]() |
PRODUK SARANG WALET: Warga China membeli produk sarang walet yang bahannya berasal dari Indonesia – Foto Antara/Xinhua |
BORNEOTREND.COM, JAKARTA - Sarang burung walet tak hanya menjadi komoditas bernilai tinggi, tapi juga simbol persahabatan yang terus berkembang antara Indonesia dan China. Sejak zaman pelayaran Laksamana Cheng Ho hingga era modern, permintaan yang melonjak dari pasar China telah membawa berkah ekonomi dan mempererat hubungan kedua negara.
Berdasarkan data Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI), volume ekspor sarang burung walet Indonesia pada tahun lalu mencapai 1.273 ton, dengan hampir sepertiganya dikirim ke China. Jumlah itu belum termasuk yang sampai ke pasar China melalui Daerah Administratif Khusus (Special Administrative Region/SAR) Hongkong di China selatan yang jumlahnya lebih dari 500 ton.
Seiring berjalannya waktu, sarang burung semakin populer di kalangan masyarakat China secara umum, termasuk di kelompok anak muda karena khasiatnya yang diyakini baik untuk kecantikan.
Popularitas ini yang kemudian mendorong peningkatan permintaan dari China, tercermin dari volume ekspor ke China yang meningkat 24 kali lipat dalam satu dasawarsa terakhir, dari hanya 14,7 ton pada 2015 menjadi 376,2 ton pada tahun lalu.
"Trennya sangat positif, sebab kesadaran masyarakat China terhadap khasiat sarang burung walet terus meningkat, didukung juga dengan adanya penelitian-penelitian terkini tentang manfaatnya bagi kesehatan," kata Ketua PPSBI Boedi Mranata dalam wawancara dengan Xinhua.
Meski berlandaskan hubungan bisnis, Boedi meyakini perdagangan sarang burung walet antara Indonesia dan China telah menjadi jembatan tidak langsung dalam memperkuat persahabatan kedua bangsa.
Titik baliknya terjadi pada 2015, saat otoritas China mulai membuka secara resmi impor langsung sarang burung walet dari Indonesia. Perusahaan milik Boedi dengan merek 'Xiao Niao' menjadi yang pertama mendapat izin dari otoritas China pada saat itu.
Seiring lonjakan permintaan tersebut, jumlah perusahaan yang saat ini telah mengantongi izin ekspor ke China semakin banyak, yakni sekitar 50 perusahaan, dibandingkan satu dasawarsa lalu yang hanya enam perusahaan. Di sisi lain, kuota untuk eksportir Indonesia juga terus meningkat, dari hanya 79 ton per tahun menjadi 694 ton meski hanya terealisasi separuhnya.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, bekerja sama dengan China Agricultural Wholesale Market Association (CAWA), menggelar forum pertemuan bertajuk "Konferensi Tingkat Tinggi Sarang Burung" (Bird's Nest Summit) pada Maret lalu di Jakarta. Dihadiri puluhan pelaku usaha dari kedua negara beserta sejumlah asosiasi, pertemuan tersebut bertujuan untuk memperkuat perdagangan sarang burung walet.
Meski berlandaskan hubungan bisnis, Boedi meyakini perdagangan sarang burung walet antara Indonesia dan China telah menjadi jembatan tidak langsung dalam memperkuat persahabatan kedua bangsa.
"Dampaknya tentu semakin banyak orang China yang datang ke Indonesia untuk belajar lebih banyak soal sarang burung (walet), demikian juga sebaliknya, banyak dari kita yang ke China untuk mengetahui budaya makan sarang burung walet di sana, hal ini membantu untuk saling memahami budaya masing-masing secara lebih baik," ujarnya.
Pasar sarang burung walet yang besar di China juga telah menyediakan peluang ekonomi baru bagi Indonesia, termasuk dalam bentuk penerimaan devisa yang cukup besar. Meski secara volume hanya sepertiga, nilai ekspor sarang burung walet ke China menyumbang 78 persen dari total nilai pada tahun lalu, yakni sebesar 551,5 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp16.300).
Ini belum termasuk efek ganda terhadap penciptaan ribuan lapangan kerja di Indonesia. Boedi menggolongkan bisnis sarang burung walet sebagai padat karya karena membutuhkan banyak tenaga kerja, mulai dari penjagaan, perawatan, pemanenan, hingga proses pembersihan dan pengemasan.
Namun, lebih dari sekadar perdagangan, otoritas setempat di Indonesia belakangan ini juga menggalakkan upaya agar makin banyak investasi dari China yang masuk ke Indonesia guna mendorong hilirisasi produk sarang burung walet.
Meski ekspor ke China pada 2024 sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya, Boedi menyebut prospek pasar China masih cukup cerah ke depannya. Hal itu dikarenakan diversifikasi olahan, di mana sarang burung walet saat ini tidak hanya diolah secara tradisional, tetapi juga sudah banyak diubah menjadi minuman kemasan hingga produk nonpangan.
Sumber: Antara