![]() |
Wali Kota Banjarmain H. Muhammad Yamin HR menghadiri Sosialisasi Penanganan Anak Putus Sekolah yang digelar Dinas Pendidikan. Foto-dok. Istimewa |
BORNEOTREND.COM, KALSEL - Ribuan anak di Kota Banjarmasin masih belum mengenyam pendidikan formal. Pemerintah Kota Banjarmasin menanggapi serius persoalan ini dan menyatakan bahwa isu anak tidak sekolah tidak boleh dianggap remeh, melainkan perlu ditangani secara terbuka dan kolaboratif.
Sebagai bentuk komitmen, Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin menggelar Sosialisasi Penanganan Anak Putus Sekolah di Gedung HBI, Senin (5/5/2025). Kegiatan ini mengusung tema “Ayo Bersama Kita Atasi Anak Tidak Sekolah – Banjarmasin Maju Sejahtera.”
Acara tersebut menjadi bukti keseriusan Pemkot dalam menuntaskan persoalan pendidikan, dengan menghadirkan Wali Kota Banjarmasin, H. Muhammad Yamin HR, serta camat, lurah, dan pimpinan SKPD se-Kota Banjarmasin.
“Kita harus jujur melihat kenyataan. Masih banyak anak kita yang tidak sekolah. Dan ini bukan hanya urusan Dinas Pendidikan, ini tanggung jawab seluruh elemen kota,” tegas Yamin.
Ia menambahkan bahwa penyelesaian masalah ini memerlukan sinergi lintas sektor. Oleh karena itu, Pemkot akan membentuk tim khusus lintas sektor, yang melibatkan tokoh masyarakat hingga lembaga swasta untuk percepatan pendataan dan intervensi langsung di lapangan.
“Kalau hanya satu dinas yang bergerak, kita akan lambat. Tapi kalau semua terlibat, saya yakin angka anak putus sekolah bisa kita tekan,” katanya.
Dalam kegiatan tersebut juga dilakukan penandatanganan komitmen bersama sebagai simbol keterlibatan seluruh pemangku kepentingan di kota untuk bergerak bersama.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, Ryan Utama, memaparkan bahwa berdasarkan data awal dari aplikasi verifikasi anak putus sekolah, tercatat sekitar 7.000 anak di berbagai jenjang pendidikan belum bersekolah. Namun, baru sekitar 1.900 anak yang berhasil diverifikasi datanya.
“Masalah utama justru di sini. Kita belum tahu secara pasti alasan mereka tidak sekolah. Apakah karena biaya, kondisi keluarga, atau faktor sosial lainnya,” jelas Ryan.
Meskipun capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan meningkat dari status “tuntas awal” ke “tuntas madya,” Ryan menegaskan bahwa satu anak saja yang tidak sekolah sudah merupakan kegagalan yang harus segera diatasi.
Data dari Badan Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa jumlah anak tidak sekolah kemungkinan berada di kisaran 3.000-an, namun Pemkot tetap menggunakan estimasi konservatif 7.000 anak sebagai dasar kerja, sambil menunggu validasi ulang di lapangan.
Yang mengejutkan, sebagian besar anak yang tidak sekolah berada di usia dini (PAUD)—sebuah jenjang yang krusial sebagai fondasi awal pendidikan anak.
“Jika anak sudah terputus sejak PAUD, maka dampaknya bisa panjang ke jenjang pendidikan berikutnya,” pungkas Ryan.
Penulis: Realita