![]() |
WAWANCARA: Ketua BK DPRD Provinsi Kaltim Subandi - Foto Dok Nett |
BORNEOTREND.COM, KALTIM- Ketua Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Subandi, mengakui baru menerima informasi soal ditangkapnya seorang Anggota DPRD Kaltim berinitial KMR.
“Kita menganut azas praduga tak bersalah ya. Karena masih ditangani oleh kejaksaan tinggi, kita tunggu saja hasilnya nanti,” ucap Subandi, Selasa (13/5/2025).
Sebagai pimpinan tertinggi yang menangani BK DPRD, dirinya mengaku tidak bisa ikut campur dalam pengusutan yang sedang dilakukan Kejaksaan. Apalagi Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) BK itu terkait dengan pelanggaran-pelanggaran etika saja. Sedangkan institusi kejaksaan terkait dengan masalah hukum.
“Kita hormati penanganan hukumnya. Harus dibuktikan dan dibawa ke pengadilan, sampai inkrah (berkekuatan hukum tetap), baru bisa dinyatakan bersalah,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Terkait dengan kemungkinan PAW (Pergantian Antar Waktu) KMR, menutnya nanti menjadi tanggungjawab dari partai masing-masing anggota DPRD Kaltim itu. Untuk KMR karena berasal dari Partai Nasdem, soal PAW dan siapa penggantinya diserahkan kepada Nasdem.
“Aturan-aturan itu sudah jelas. Kami sebagai sesama anggota legislatif hanya bisa prihatin dengan kondisi ini. Sebagai ketua BK saya berpesan agar kepada anggota hati-hati dan menghindari masalah yang potensi melanggar hukum,” ucapnya.
Tersangka KMR berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Balikpapan, ditangkap bersama 8 orang lain oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Dalam video yang beredar di akun Youtube dan dilihat, para tersangka sebanyak 9 orang sedang digiring memasuki mobil tahanan kejaksaan. Semuanya, termasuk KMR, mengenakan rompi oranye, namun karena mengenakan masker membuat wajah tidak terlihat terlalu jelas.
Belum ada konfirmasi resmi dari pihak keluarga maupun institusi DPRD Kaltim. Termasuk juga dari Partai Politik di mana KMR berasal sehingga menjadi politisi di DPRD Kaltim.
Dari rilis berita yang muncul di kantor redaksi menyebutkan, kasus yang menimpa KMR dan 8 orang lainnya bermula dari kerja sama bisnis antara Telkom dan sembilan perusahaan swasta. Kerjasama itu berlangsung sepanjang 2016 hingga 2018.
Untuk menyalurkan proyek tersebut, Telkom menunjuk empat anak usaha: PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta. Empat perusahaan ini kemudian bekerja sama dengan sejumlah vendor yang ternyata telah diatur sejak awal oleh para pemilik perusahaan.
Dari hasil penyelidikan ditemukan data, proyek pengadaan itu seluruhnya fiktif. Proyek-proyek yang semula terlihat sah ternyata hanya dijadikan kendaraan untuk menguras dana Telkom.
Nilai total proyek kerja sama mencapai Rp 431,7 miliar, dengan rincian di antaranya pengadaan smart mobile energy storage, smart café, hingga perangkat CT scan yang tak pernah ada wujudnya.
Dua dari sembilan perusahaan yang menerima proyek diduga dikendalikan langsung oleh KMR, yakni PT Fortuna Aneka Sarana Triguna dan PT Bika Pratama Adisentosa. Total nilai proyek yang mengalir ke dua entitas ini mencapai Rp13,2 miliar.
Kejati menyebut keterlibatan para tersangka mencerminkan kolaborasi sistematis antara oknum internal Telkom dan pihak luar. Beberapa pejabat Telkom turut ditetapkan sebagai tersangka, termasuk pejabat setingkat General Manager dan Account Manager.
“Telah ditetapkan dan dilakukan penahanan terhadap sembilan tersangka, baik itu dari PT Telkom maupun dari pihak rekanan,” ujar Asisten Intelijen Kejati DKI Asep Sontani seperti dikutip dari Detik.com, Senin (12/5/2025).
Tersangka KMR dan delapan lainnya sudah ditahan di sejumlah rumah tahanan di Jakarta, seperti Rutan Cipinang dan Salemba. Satu tersangka lainnya, DP, hanya dikenai tahanan kota karena alasan kesehatan.
Sumber: Nett