Luhut Ingin Perbaiki Harga Kelapa Sawit Petani, Berikut Strateginya

 

PANEN: Petani saat memanen TBS di kebun kelapa sawit - Foto Nett

BORNEOTREND.COM- Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sedang berupaya untuk menstabilkan harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani. Harga TBS sempat anjlok setelah pemerintah melarang ekspor produk kelapa sawit.

Dalam rangka menstabilkan harga kelapa sawit di tingkat petani, Luhut sapaan akrabnya mengaku Pemerintah sedang mengambil langkah strategis demi melakukan percepatan ekspor. Pemerintah memiliki target minimal satu juta ton CPO yang dapat dieskpor dalam waktu dekat.

Hal tersebut nantinya akan mendorong percepatan pengosongan tangki-tangki minyak kelapa sawit yang selama ini penuh karena ekspor dilarang. Harapannya, ketika tangki-tangki ini penuh harga TBS di tingkat petani akan meningkat kembali, tentunya diiringi oleh peningkatan harga akan TBS yang juga kembali membaik.

"Kami berkomitmen untuk terus menjaga agar keseimbangan ini memberikan manfaat utamanya bagi masyarakat banyak dan juga para pelaku usaha yang ada, dan terutama Presiden menegaskan berkali-kali bahwa beliau tidak ingin para petani dirugikan," kata Luhut usai memberikan arahan dalam acara business matching Program Minyak Goreng Curah Rakyat, Jumat (10/6/2022).


Dirinya sendiri menargetkan harga TBS kelapa sawit membaik dalam 1-2 pekan ke depan. Harga TBS saat ini masih berkisar di Rp1.500/kilogram (kg) dan diharapkan naik menjadi Rp3.000/kg.

Strategi yang dilakukan adalah menaikkan rasio pengali pada kebijakan DMO dalam masa transisi ini yang mulanya tiga kali menjadi lima kali.

Selain itu, Pemerintah juga mengizinkan mekanisme pemindahtanganan hak ekspor bagi perusahaan yang belum berkontribusi dalam program SIMIRAH Kementerian Perindustrian. Izin ekspor perusahaan yang berada dalam sistem SIMIRAH dapat dipindah tangankan satu kali ke perusahaan lainnya.

"Pemerintah akan melakukan mekanisme flush out atau program percepatan penyaluran ekspor di mana pemerintah akan memberikan kesempatan kepada eksportir CPO yang tidak tergabung dalam program SIMIRAH untuk dapat melakukan ekspor," ungkapnya.

Hanya saja perusahaan yang belum masuk sistem SIMIRAH haeus membayar biaya tambahan untuk ekspor sebesar US$ 200 per ton.

"Ada syarat membayar biaya tambahan sebesar US$ 200 per ton kepada Pemerintah. Biaya ini diluar pungutan ekspor dan bea keluar yang berlaku," jelasnya.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan bahwa Pemerintah saat ini tengah mengintegrasikan sistem SIMIRAH yang dikembangkan oleh Kemenperin sebagai hub dari tata kelola sawit yang terintegrasi dari hulu hingga hilir yang akan dibenahi kedepannya.

"Hal ini dilakukan untuk menjamin proses dari hulu hingga hilir nanti dapat berjalan dengan baik dan tentunya tepat sasaran. Presiden memerintahkan kami untuk betul-betul memperhatikan tadi supply kepada domestik harus betul-betul dilakukan," pungkasnya.

Sumber: Detik

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال