Penampar Muka Itu Jadi Orang Terpercaya & Pengendali Jurus Andalannya

 


Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI
(Foto: nett)


BORNEOTREND.COM - Ramainya pembicaraan soal wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode yang kemudian juga menjadi tuntutan utama mahasiswa pada waktu berunjuk rasa, mengingatkan kita pada pernyataan yang disampaikan oleh presiden yang sekarang berkuasa.

Presiden Joko Widodo sudah jelas dan tegas menolak wacana perpanjangan masa jabatannya. Bahkan, di hadapan para wartawan akhir tahun 2019 lalu, Presiden Joko Widodo secara tegas menyebut ada tiga motif yang melandasi seseorang atau kelompok terus memunculkan wacana perpanjangan masa jabatannya. Motif pertama, orang itu ingin menampar wajahnya; Kedua, orang itu ingin mencari muka; Ketiga, orang itu ingin menjerumuskannya.

Siapa dan mengapa orang-orang yang menjadi penampar muka tersebut saat ini justru menjadi orang kepercayaannya?

Jurus apa yang sedang dimainkan oleh kelompok penampar muka tersebut dalam upayanya memperpanjang masa jabatan presiden yang sekarang berkuasa? 

Apakah jurusnya terhenti setelah adanya penegasan Presiden terkait penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatannya?

Deretan para penampar muka

Seperti diketahui, beberapa politisi dan tokoh masyarakat telah mendorong untuk adanya penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden Indonesia. Sebagai contoh awal Oktober tahun 2019 yang lalu, Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) MPR Johnny G. Plate, sudah mengeluarkan wacana perpanjangan masa jabatan Presiden, katanya bertujuan demi konsistensi pembangunan di Indonesia.

Sejak saat itu usulan untuk Presiden diperpanjang jabatannya terus menggelinding dan makin mengemuka seiring dengan semakin berkurangnya masa jabatan presiden yang sekarang berkuasa. Tercatat misalnya Arief Puoyono mantan petinggi partai Gerindra, Koalisi Bersama Rakyat (Kobar), Kelompok relawan Jokowi-Prabowo (Jokpro) 2024, Relawan Jokowi Mania (JoMan), Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) dan beberapa elemen masyarakat lainnya.

Selanjutnya dilingkungan pejabat negara ada Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia juga mengusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiga periode dan mengundurkan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Usulannya tersebut disambut baik oleh PKB lewat Ketua Umumnya, Muhaimin Iskandar,Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, serta Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Mereka ini dengan mengatasnamakan rakyat menyebut jabatan Presiden bisa diperpanjang menjadi tiga periode dengan terlebih dahulu mengamandemen UUD 1945.

Diantara para pengusul dan pendukung perpanjangan masa jabatan presiden, yang paling menghebohkan tentu saja manuver dari seorang Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan (LBP). Karena LBP bukan hanya menyampaikan alasan perlunya diperpanjang masa jabatan presiden tapi juga dukungan data yang disampaikannya.

Dia mengklaim bahwa wacana penambahan masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang jadi 3 periode berasal dari suara rakyat Indonesia. Luhut mengaku ide tersebut berasal suara pengguna media sosial Indonesia yang sebesar 110 juta yang mengeluhkan mahalnya biaya Pemilu 2024 yang mencapai Rp100 triliun . “Kita kan punya big data. Dari big data itu meng-grab 110 juta Facebook, Twitter 10 juta lah kira-kira. Kalo menengah ke bawah itu pengen tenang, pengen bicaranya ekonomi. Tidak pengenlah denger kampret-lah, cebong-lah,” ujarnya. Hal tersebut diungkapkan Luhut saat mengisi Podcast Deddy Corbuzier pada Sabtu (12/3/2022).

Mereka-mereka yang mengusulkan dan mendorong perpanjangan masa jabatan presiden itulah sebenarnya sosok para penampar muka, pencari muka dan orang orang yang akan menjerumuskan presiden yang sekarang berkuasa. Tetapi anehnya orang orang inilah yang justru menjadi orang orang terpercaya di mata presiden yang sekarang berkuasa. Padahal mereka telah menampar muka presiden, mencari muka dan menjerumuskannya.

Khusus mengenai barisan para penampar ini, posisi LBP memang terbilang istimewa. Karena ia menjadi orang yang mungkin paling dipercaya terbukti banyak jabatan yang diberikan oleh Presiden kepadanya. Bukan hanya sebagai orang yang paling dipercaya, LBP juga diduga sebagai “koordinator” atau “dalang” adanya misi agar pemilu ditunda dan presiden diperpanjang masa jabatannya.

Media sosial di Indonesia sempat diramaikan dengan isu permintaan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden didalangi oleh LBP. Bahkan namanya sempat menjadi trending di media sosial Twitter dan menjadi pembahasan banyak netizen di sosial media.

Sebuah informasi menyebutkan bahwa Luhut sempat bertemu dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan (Zulhas) untuk membahas usulan penundaan Pemilu 2024. Informasi yang beredar menyebut, Luhut meminta agar Zulhas mendukung usulan itu dan mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyetujuinya. Kemudian, Zulhas diminta mengemukakan usulan tersebut di hadapan masyarakat Indonesia.

Meskipun rumor itu pada akhirnya dibantah oleh kubu LBP namun publik nampaknya sudah terlanjur mempercayainya. Karena dalam waktu yang hampir bersamaan ketua-ketua umum partai seperti PKB, PAN dan Golkar mengeluarkan statemennya. Sehingga terkesan ada operator yang menyetelnya supaya suaranya menjadi legitimasi untuk presiden agar diperpanjang masa jabatannya.

Jurus adalan untuk berkuasa

Wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang belakangan mengemuka tentu tidak berjalan begitu saja. Diyakini ada dirigen atau dalang yang mengelolalanya. Mereka ini sedang menjalankan strategi untuk membuat orang berkuasa sekaligus menjaga dan memperpanjangnya.

Strategi untuk memperpanjang masa jabatan yang terjadi saat ini nampaknya tidak jauh berbeda dengan pola dan strategi yang pernah dilakukan pada waktu pertama kali berkuasa, yaitu saat naik kedudukan menjadi Presiden Indonesia setelah sebelumnya menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Kita ketahui bersama, dibawah sumpah kitab suci Jokowi telah berjanji untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta dan tidak akan meninggalkan Jakarta sebelum tuntas masa jabatannya. Tetapi kenyataannya pada bulan Maret 2013, Jokowi menerima mandat dari PDIP partai pengusungnya untuk jadi Orang Nomor Satu Republik Indonesia.

Yang menarik adalah mengamati bagaimana proses pencalonan Jokowi dari Gubernur DKI Jakarta menjadi Presiden Indonesia. Disaat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta (2014), Jokowi menolak tegas wacana pencapresan dirinya.

Pada awalnya ketika masih menjadi Gubernur DKI Jakarta, beberapa Lembaga survey melakukan survey dimana hasilnya menunjukkan betapa tinggi elektabilitasnya. Tingginya elektabilitas Jokowi ini telah menyebabkan dia digadang-gadang sebagai calon presiden Indonesia berikutnya. Pada akhirnya para wartawan menanyakan kepadanya tentang kemungkinan pencapresan dirinya.

Namun dengan tegas, Jokowi menolak pencalonan dirinya: ”Sudah saya sampaikan bolak-balik, saya enggak ngurusin survai-survei, enggak ngurus copras-capres, ngurusnya kaki lima. Sudahlah cukup, ngurus kaki lima aja.” 

Tetapi sikap Jokowi berubah lima bulan kemudian ketika pertengahan Maret 2014, Jokowi mendeklarasikan diri sebagai calon presiden Indonesia. Dalam deklarasinya Jokowi berkata: "Saya telah dapatkan mandat dari Ibu Megawati dan saya siap untuk melaksanakannya."

Tak lama usai mengucapkan kalimat itu, dia langsung mencium bendera merah putih sebagai tanda kesiapan untuk mengabdikan dirinya pada kepentingan bangsa dan negara. "Bismillah, saya siap menjadi calon presiden dari PDI-P," ucap Jokowi ketika itu. 

Ketika Jokowi melontarkan pernyataan: “enggak ngurus copras-capres”, sebenarnya dia sedang menjelaskan kalau dirinya tengah fokus bekerja, mengatasi banjir dan mengurus pedagang kaki lima di Jakarta. Dengan mengatakan “copras capres” banyak orang yang tersentuh emosinya. Mereka yakin Jokowi adalah figur yang didambakannya. Seorang pemimpin yang mengutamakan kerja untuk rakyatnya ketimbang memikirkan jabatannya.

Dengan pernyataan “copras capres” juga untuk memunculkan kesan bahwa dirinya terganggu dengan wacana pencapresannya. Sebab kalau terus diganggu begitu,maka ia tidak bisa bekerja mengurus rakyat Jakarta. Di tengah kecenderungan manusia yang haus kuasa, tentunya pribadi Jokowi yang lebih memilih bekerja untuk rakyat merupakan hal yang langka. Strategi ini justru membuat banyak orang semakin penasaran kepadanya.

Sementara Jokowi fokus bekerja, ada tim lain yang terus bergerak di belakangnya. Mereka mempersiapkan segala sesuatunya termasuk tim survey, tim buzzer dan lain lainnya untuk mengerek elektabilitasnya.

Ketika wacana pencapresannya semakin menguat dan keputusan PDI-P mengusung Jokowi semakin jelas, seorang wartawan Amerika bertanya kepada Jokowi tentang siapa yang akan mengumumkan pencapresan dirinya. Jokowi menjawab: "You can ask that to Ibu Mega. I concentrate to my job as Governoor of Jakarta."

Dengan pernyataannya itu, ia rupanya ingin memberikan kesan bahwa soal pencapresannya ada pihak lain yang berwenang mengaturnya. Dengan kata lain ia hendak menunjukkan kepada publik bahwa proses pencapresannya sudah melalui jalur formal yang seharus dilalui sehingga tidak melanggar ketentuan yang ada.

Proses pencalonannya sudah merupakan kehendak rakyat melalui partai politik dengan dukungan dari hasil hasil survey yang dilakukan dimana semuanya menunjukkan betapa tinggi popularitas dan elektabilitasnya. Bahwa prosedur pencapresannya tidak bertentangan dengan nilai demokrasi karena sudah melalui mekanisme formal yang berlaku di Indonesia. Proses pencalonannya adalah atas kehendak rakyat, mandat partai politik dan dukungan para ahli yang ikut melegitimasinya.

Karena keyakinan proses politik untuk pencapresannya telah dilakukan secara benar pada akhirnya Jokowi menyatakan mantab untuk menerima pencalonannya. Kesediaannya untuk menerima mandat sebagai Capres ini tentu saja memunculkan pro dan kontrak karena sebelumnya Jokowi telah berjanji untuk tidak meninggalkan Jakarta.

Dalam tahapan inilah ia bisa memetakan pihak pihak mana yang mendukung keputusannya dan pihak mana yang menentangnya. Hal ini berguna untuk mengetahui siapa kawan dan siapa lawan dalam proses pemenangan nantinya.

Selanjutnya, begitu mendapatkan mandat dari PDIP maka dalam deklarasinya Jokowi berkata: "Saya telah dapatkan mandat dari Ibu Megawati dan saya siap untuk melaksanakannya." 

Tak lama usai mengucapkan kalimat itu, dia langsung mencium bendera merah putih sambil berucap: "Bismillah, saya siap menjadi calon presiden dari PDI-P," ucap Jokowi ketika itu.

Dengan ucapannya ini Jokowi ingin memberikan kesan bahwa pencapresannya bukan untuk kepentingan diri dan kelompoknya tetapi demi kepentingan bangsa dan negara. Semangat nasionalisme dan kebangsaan coba dimunculkannya untuk semakin menunjukkan dirinya ke publik bahwa ia ditakdir untuk memimpin Indonesia ke depan karena negara telah memanggilnya.

Rangkaian kejadian dan langkah-langkah strategis yang berjalan selama proses Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk kemudian naik kelas menjadi Presiden Indonesia hampir bisa dipastikan bukan suatu langkah kegiatan yang kebetulan terjadi begitu saja melainkan ada gerakan sistematis yang menjadi penopang dibelakangnya. Dengan kata lain ada kekuatan yang menjadi sutradara atau dalangnya.

Ternyata gerakan yang bersifat sistematis itu kini kembali diulang manakala presiden Jokowi hampir menyelasaikan masa jabatan keduanya dan memasuki purna tugasnya. Keinginan para dalang untuk supaya jagoannya bisa terus berkuasa telah memaksanya untuk memainkan jurus ala sebelumnya ketika merebut kursi sebagai orang pertama di Indonesia.

Dimunculkannya penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode adalah salah satu langkah perdananya. Tiba-tiba saja beberapa elemen masyarakat termasuk ketua-ketua partai menyatakan usulannya agar pemilu ditunda dan presiden diperpanjang masa jabatannya.

Merespons usulan tersebut tentu saja tidak elok kemudian kalau Jokowi menyatakan diri menerima dengan suka cita. Karena akan dianggap rakus jabatan alias ambisi untuk terus berkuasa. Pada akhirnya ia menyatakan secara menolak dengan tegas usulan tersebut sambil mengatakan bahwa orang yang usul itu merupakan orang orang yang ingin menampar mukanya, orang yang mencari muka dan orang yang akan menjerumuskannya.

Langkah ini sama dengan yang dilakukan oleh Jokowi ketika menolak untuk pencapresannya dengan kalimat “copras capres” untuk menunjukkan ke publik bahwa ia tidak berminat mencalonkan dirinya.

Tetapi seiring waktu berjalan ternyata wacana tiga periode semakin santer saja sehingga dengan terpaksa Jokowi harus bersuara kali ini Jokowi mengatakan kalau dirinya tidak berminat menjadi Presiden tiga periode seperti usulan mereka.Menariknya, setelah wacana tersebut kembali muncul dan membuat gaduh, Jokowi menyatakan bakal patuh pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam perjalananan berikutnya, sikap Jokowi tak sekeras pernyataannya sebelumnya. Kali ini, dia menyatakan, wacana penundaan pemilu tidak bisa dilarang. Sebab, hal itu bagian dari demokrasi.

Tertnyata dengan pernyataan yang terakhir ini dinilai publik dan mahasiswa sangat berbahaya bagi kehidupan demokrasi di Indonesia. Karena seolah olah Jokowi memang memberikan peluang untuk perpanjangan masa jabatannya. Apalagi setelah munculnya pernyatan dukungan dari Apdesi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia.

Melihat adanya ancaman kehidupan demokrasi di Indonesia itu pada akhirnya mahasiswa tidak tinggal diam kemudian menggelar demo besar tanggal 11 April 2022 yang salah satu tuntutan utamanya meminta agar dihentikan wacana tiga periode dan menentang pemilu ditunda.Karena kuatnya tekanan dari publik khususnya mahasiswa, pada akhirnya dalam rapat terbatas di Istana Bogor tanggl 10 April Jokowi menyatakan tidak akan ada perpanjangan jabatan presiden hingga 3 kali dan tidak ada agena pemilu bakal ditunda.

Sampai disini terlihat skenario untuk memuluskan Jokowi kembali meraih jabatannya untuk ketiga kalinya tidak berjalan seperti kemauan dalangnya. Terlalu kuat resistensinya sehingga masih diperlukan tambahan waktu untuk meyakinkan publik menggoalkan agendanya.

Fenomena ini memang berbeda dengan kondisi ketika Jokowi akhirnya memutuskan diri untuk maju menjadi Capres,meninggalkan Jakarta dengan melanggar sumpah dan janjinya. Saat itu kaum oposisi yang menyerang sisi kelehaman Jokowi karena dianggap ingkar janji dan melanggar sumpahnya masih dibuat penasaran dengan sosok Jokowi yang dinilainya masih belum jelas betul jati dirinya.

Saat ini publik dengan modal pengamatan selama tujuh tahun memimpin Indonesia, sudah mengetahui kiprah Jokowi dalam memimpin Indonesia sehingga sangat tidak rela kalau yang bersangkutan kembali memimpin Indonesia untuk yang ketiga kalinya. Karena selain melanggar konstitusi juga tidak ada prestasi signifikan yang berhasil dicapainya selama ia berkuasa.

Sanksi untuk penampar muka

Meskipun resistensi publik begitu kuat untuk menolak pemilu di tunda dan presiden diperpanjang masa jabatannya, tapi yang namanya operasi intelijen untuk tiga periode dan penundaan pemilu tentunya tidak lantas berhenti begitu saja karena banyak jalan menuju roma. Banyak cara dilakukan untuk para dalang menjalankan agendanya meskipun rakyat menentangnya.

Dalam kaitan ini nenarik kata pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan pernyataan Jokowi soal perpanjangan jabatan presiden tidak bisa begitu saja dipercaya. Pasalnya, kata Yusril, dulu Presiden kedua Soeharto juga menolak untuk mencalonkan kembali sebagai presiden, tapi akhirnya maju lagi untuk yang ketujuh kalinya

"Pak Harto pun menyampaikan hal yang sama seperti Pak Jokowi, sudah ingin lengser, tidak mau lagi. Tiba-tiba Pak Harto bilang mau maju lagi," kata Yusril di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Selasa (12/4/22).

Sinyalemen yang disampaikan oleh Yusril kiranya sangat masuk akal apalagi saat ini peraturan KPU yang mengatur tentang berbagai program dan jadwal serta aktivitas teknis Pemilu 2024 belum disahkan berlakunya. Selain itu dana untuk pelaksanaan Pemilu 2024 belum diketok palu sehingga anggota KPU dan Bawaslu belum bisa bekerja menyiapkan segala sesuatunya.

Selain hal tersebut, para penampar muka yang dinilai sebagai bagian dari kelompok yang memainkan skenario penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden masih dibiarkan berkeliaran menjalankan aksinya.

Tuntutan agar pernyataan luhut soal 110 juta data dukungan tunda Pemilu berdasarkan big data yang merupakan pemberitahuan bohong di proses pidana tidak kunjung ditegakkan hukumnya. Pada hal yang bersangkutan telah membuat keonaran, sehingga memenuhi unsur-unsur pidana sebagaimana dimaksud pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang diancam 10 tahun penjara.

Demikian juga gencarnya tuntutan agar para penampar muka tersebut dicopot jabatannya oleh yang mengangkatnya sampai saat ini tidak ada realisasinya. Alih-alih dicopot masa jabatannya justru malah dimanja dengan aneka jabatan strategis yang membuatnya semakin tebal pundi-pundinya.

Maka tidak mengherankan kalau skenario untuk penundaan pemilu dan presiden diperpanjang masa jabatannya adalah atas sepengetahuan dan “restu” dari yang telah memberikan mandate jabatan kepadanya dalam hal ini tentu saja adalah orang nomor satu di Indonesia.

Oleh karena itu selama para penampar muka tersebut tidak diberikan sanksi apa apa dan masih dibiarkan untuk menjalankan aksisnya, rasanya masyarakat perlu terus meningkatkan kewaspadaannya untuk mengawasi tindak tanduknya dalam menjalankan agendanya menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden yang saat ini berkuasa.



Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال