DPR RI: Transfer Data ke AS Harus Tunduk pada UU PDP

Ilustrasi - Kesepakatan transfer data pribadi antara Indonesia dan Amerika Serikat – Foto Net


BORNEOTREND.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan bahwa kesepakatan transfer data pribadi antara Indonesia dan Amerika Serikat harus sepenuhnya mematuhi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Ia menyatakan pemerintah tidak boleh mengesampingkan aturan nasional dalam kerja sama internasional, termasuk dalam perjanjian dagang.

Tanggapan Dave disampaikan menanggapi poin transfer data pribadi dalam kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat yang diumumkan oleh Gedung Putih pada pekan ini. Dalam pernyataan resmi AS, disebutkan bahwa Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk mentransfer data pribadi ke Amerika Serikat — sebuah isu yang menuai perhatian publik.

"Yang harus diingat, kita memiliki UU Perlindungan Data Pribadi. Jadi kesepakatan yang dibuat dengan negara mana pun harus sesuai dengan undang-undang yang kita miliki," kata Dave di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

Dave memang belum membaca secara detail terkait pertukaran data pribadi ini. Sejauh ini dirinya masih menunggu penjelasan teknis terkait hal ini dari pemerintah.

"Saya masih nunggu penegasan dari pemerintah teknisnya sejauh mana. Tetapi undang-undang itu yang harus dijalankan dan ditegakkan," sebutnya.

Dave kembali menegaskan Undang-Undang PDP disusun untuk memastikan pemerintah memiliki standar tinggi dalam perlindungan data pribadi. Menurutnya, semua kebijakan pemerintah harus berlandaskan undang-undang.

"Ya itulah makanya ada gunanya Undang-Undang PDP untuk memastikan pemerintah memiliki otoritas yang khusus dan standardisasi yang tinggi dalam perlindungan data pribadi," sebutnya.

Sebelumnya, Kepala PCO Hasan Nasbi menanggapi soal salah satu poin kesepakatan dagang RI dengan Amerika Serikat (AS), yakni transfer data pribadi RI ke AS. Hasan menegaskan pemindahan data pribadi RI ke AS hanya untuk kepentingan komersial, bukan pengelolaan data.

"Ini semacam strategi treatment management. Jadi kalau barang tertentu itu dipertukarkan misalnya bahan kimia, itu kan bisa jadi pupuk ataupun bom. Gliserol sawit itu kan juga bisa jadi bahan bermanfaat ataupun jadi bom. Pertukaran barang seperti ini butuh namanya pertukaran data supaya tidak jadi hal-hal yang di belakang nanti jadi produk yang membahayakan," kata Hasan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

"Jadi tujuan ini adalah semua komersial, bukan untuk data kita dikelola oleh orang lain, dan bukan juga kita kelola data orang lain. Kira kira seperti itu," lanjutnya.

Hasan menegaskan pemerintah RI sudah punya aturan terkait perlindungan data pribadi. Dia pun mengaku telah berkoordinasi dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengenai satu poin kesepakatan dagang ini.

"Kita sudah ada perlindungan data pribadi, dan perlindungan data pribadi ini dipegang oleh pemerintahan kita. Soal pengelolaan data kita lakukan masing-masing. Saya sudah koordinasi sama Pak Menko yang jadi leader dari negosiasi ini," kata dia.

Sumber: detik.com

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال