![]() |
ARENA PERANG: Ibu kota Haiti, Port-au-Prince hancur setelah jadi arena peperangan antargeng – Foto cnnindonesia.com |
BORNEOTREND.COM, Kekerasan antargeng di Haiti telah menewaskan lebih dari 1.600 orang dalam tiga bulan terakhir, menurut laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menyoroti krisis kemanusiaan yang semakin memburuk dan kendali negara yang nyaris hilang.
Situasi keamanan di Haiti terus memburuk. Dalam laporan yang dirilis Rabu (30/4/2025), PBB mencatat sebanyak 1.617 orang tewas dan 580 lainnya luka-luka akibat kekerasan brutal yang melibatkan geng-geng bersenjata, kelompok bela diri sipil, warga tak terorganisir, serta operasi pasukan keamanan di negara Karibia tersebut.
"Antara Januari hingga Maret 2025, geng-geng bersenjata mengintensifkan konflik demi memperluas wilayah kekuasaan di area metropolitan Port-au-Prince, ibu kota Haiti," ungkap laporan yang dikutip dari AFP.
Lebih dari setengah korban tewas berasal dari kalangan geng itu sendiri, yakni sebanyak 936 orang. Namun, kekerasan juga menimpa warga sipil secara brutal, termasuk kasus pemerkosaan, penculikan, hingga pembunuhan massal.
Geng-geng ini kini menguasai sebagian besar wilayah Haiti, terutama Port-au-Prince dan sekitarnya, dengan bentrokan senjata menjadi hal biasa. Negara praktis kehilangan kendali, dan otoritas pemerintah hampir tidak memiliki pengaruh nyata di lapangan.
Pasukan keamanan internasional pimpinan Kenya yang ditugaskan melalui mandat PBB belum berhasil mengendalikan situasi. Sebanyak 1.000 petugas dari enam negara dikerahkan, namun belum mampu menekan kekuatan geng-geng yang semakin brutal dan terorganisir.
Perwakilan khusus PBB untuk Haiti mengeluarkan peringatan keras bahwa negara ini kini berada di ambang “titik tidak bisa kembali” yang mengarah ke kekacauan total. Situasi kemanusiaan kian memburuk, dengan ribuan orang kehilangan tempat tinggal dan akses terhadap makanan serta layanan kesehatan semakin terbatas.
PBB dan berbagai organisasi internasional menyerukan bantuan darurat dan solusi jangka panjang bagi krisis politik dan keamanan di Haiti.
Sumber: cnnindonesia.com