![]() |
Tim investigasi dari Komisi III DPRD Kalsel meninjau lokasi tambang milik PT Merge Mining Industri (MMI) di Desa Rantau Bakula, Kabupaten Banjar. Foto-dok. dprdkalselprov.id |
BORNEOTREND.COM, KALSEL - Tim investigasi yang dibentuk oleh Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) melakukan peninjauan langsung ke lokasi tambang milik PT Merge Mining Industri (MMI) di Desa Rantau Bakula, Kabupaten Banjar, Kamis, (8/5/25) pagi.
Dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III, Apt. Mustaqimah, S.Farm., M.Si., atau akrab disapa Kimmi, rombongan tiba di lokasi yang berjarak sekitar 113 kilometer dari Kantor “Rumah Banjar” sekitar pukul 11.15 WITA.
Rombongan investigasi terdiri dari sejumlah anggota Komisi III, Koordinator Inspektur Tambang Kementerian ESDM Provinsi Kalsel, Dinas ESDM, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel, serta perwakilan awak media yang tergabung dalam Press Room DPRD Provinsi Kalsel.
Kehadiran tim investigasi ini disambut antusias oleh puluhan warga yang merasa terdampak langsung oleh aktivitas pertambangan di wilayah mereka. Didampingi sejumlah aktivis lingkungan, warga menyampaikan harapan besar agar Komisi III DPRD Kalsel mampu menjadi solusi dari persoalan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Dalam dialog yang berlangsung di pinggir jalan depan salah satu rumah warga, mereka menyampaikan keluhan terkait pencemaran air, polusi udara yang diduga menjadi penyebab meningkatnya kasus ISPA, getaran tambang yang menyebabkan retaknya rumah, serta suara bising yang dinilai sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.
Menanggapi hal tersebut, Kimmi menyampaikan bahwa kehadiran tim ini bertujuan untuk melihat langsung kondisi di lapangan serta memposisikan diri sebagai penengah antara warga dan perusahaan. Ia menegaskan pentingnya pendekatan berbasis data agar penyelesaian masalah dapat dilakukan secara adil dan komprehensif.
“Makanya hari ini kita hadirkan kawan-kawan dari lingkungan hidup. Kita akan mengambil sampel air, memasang alat pengukur kebisingan, dan lainnya untuk membuktikan kebenaran dari aduan warga,” tegas Kimmi di hadapan masyarakat.
Usai berdialog, rombongan bergerak menuju area dalam tambang yang dijaga ketat oleh petugas keamanan dan anjing pelacak. Di pos penjagaan, seluruh anggota tim, termasuk awak media, diminta menyerahkan KTP untuk difoto serta mengumpulkan alat komunikasi sebelum diperbolehkan masuk.
Tindakan tersebut memicu keberatan dari anggota Komisi III, Mustohir Arifin, yang menilai aturan itu berlebihan jika turut diberlakukan kepada awak media. Menurutnya, hal ini bisa diartikan sebagai bentuk penghalangan tugas jurnalistik.
Meskipun sempat terjadi ketegangan antara H. Imus, sapaan akrab Mustohir Arifin, dengan salah satu anggota Polisi yang berjaga di lokasi, keputusan tetap tidak berubah. Wartawan dilarang mendokumentasikan aktivitas di dalam, bahkan salah satu wartawan memilih untuk mengambil sikap tidak melanjutkan kunjungan ke area tambang daripada gawai pintarnya disita sementara.
Pihak perusahaan juga membatasi jumlah orang yang diperbolehkan memasuki kantor PT MMI. Setelah melalui negosiasi, disepakati bahwa hanya dua anggota dewan dan tiga warga yang bisa masuk untuk berdiskusi langsung dengan pihak manajemen perusahaan.
Namun, rencana tersebut mendapat penolakan dari warga. Mereka menuntut agar seluruh perwakilan masyarakat dan aktivis lingkungan diizinkan masuk. Keinginan warga ini berujung pada kebuntuan, dan akhirnya mereka memilih tidak mengikuti pertemuan tersebut.
Anggota Komisi III tetap melanjutkan pertemuan tertutup dengan manajemen perusahaan. Sekitar pukul 13.30 WITA, mereka diantar menggunakan kendaraan perusahaan menuju kantor PT MMI yang tidak jauh dari lokasi utama. Pertemuan berlangsung sekitar satu setengah jam tanpa pendampingan media maupun humas.
Usai pertemuan, Kimmi langsung menginstruksikan tim teknis dari Dinas Lingkungan Hidup untuk mengambil sampel air dan memasang alat pengukur kebisingan di beberapa titik yang telah ditentukan. Proses ini turut didampingi oleh warga setempat.
Sayangnya, menurut keterangan warga, alat berat tambang yang biasanya aktif justru tidak beroperasi saat kunjungan berlangsung. Hal ini membuat pengukuran tingkat kebisingan tidak mencerminkan kondisi sehari-hari yang selama ini dikeluhkan warga.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kimmi meminta petugas pengukur suara agar bermalam di lokasi tambang. Dua warga turut ditugaskan untuk mendampingi tim sebagai saksi lapangan agar hasil pengukuran keesokan harinya lebih representatif.
“Hari ini kami memasang sejumlah peralatan dan mengambil sampel air yang dilaporkan tercemar. Hasil uji lab akan menjadi bahan utama untuk rapat lanjutan yang mempertemukan kembali pihak perusahaan dan warga,” terang Kimmi usai peninjauan.
Ia menegaskan, sikap Komisi III adalah menjadi penengah yang objektif. Di satu sisi mendukung investasi, namun di sisi lain memastikan masyarakat sekitar juga merasakan manfaat dan tidak dirugikan oleh aktivitas pertambangan.
Sementara itu, perwakilan dari pihak perusahaan menyatakan kesediaannya untuk mendukung pengambilan sampel. Mereka menyebut seluruh aktivitas yang dijalankan telah sesuai dengan regulasi yang berlaku dan tidak merasa keberatan terhadap proses verifikasi di lapangan.
Sumber: dprdkalselprov.id