Ketua DPRD Kaltim Perjelas Statuta Kisruh Lahan dan Legalitas SMA 10 Samarinda

 

WAWANCARA: Ketua DPRD Provinsi Kaltim Hasanuddin Mas’ud - Foto Dok Nett


BORNEOTREND.COM, KALTIM- Kisruh panjang yang menyelimuti pengelolaan dan status kepemilikan SMA Negeri 10 Samarinda kembali mencuat ke permukaan. 

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Hasanuddin Mas’ud, menyatakan bahwa secara hukum, aset lahan dan bangunan SMA 10 adalah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.

“Legal standing-nya sudah jelas. Ini bukan lagi soal teknis, ini soal hukum,” kata Hasanuddin, senin (19/5/2025) di ruang rapat gedung E DPRD Kaltim.


Pernyataan tersebut mengacu pada serangkaian putusan hukum, mulai dari pemutusan hubungan kerja sama antara Dinas Pendidikan Kaltim dan Yayasan Melati pada 2010, hingga kemenangan Pemerintah Provinsi dalam perkara di Mahkamah Agung (MA).

Berdasarkan putusan MA Nomor 72 PK/Pdt/2017 dan MA Nomor 27 tahun 2022 GK, seluruh lahan dan aset seluas 12 hektare tempat SMA 10 berdiri diputuskan sebagai milik Pemprov Kaltim.

Dirinya tidak menampik adanya klaim dari Yayasan Melati yang mengaku membangun sarana di atas lahan tersebut. Namun, menurutnya, pembangunan itu dilakukan menggunakan dana APBD Kaltim, sehingga tidak bisa diklaim secara sepihak.

“Pembangunan sekolah ini dibiayai oleh APBD Kaltim. Kurang lebih Rp13 miliar. Maka, sudah seharusnya jadi aset Pemprov. Semua tertuang dalam buku kuning,” tegasnya.

Dirinya juga mengkritisi langkah Dinas Pendidikan Kaltim yang sempat menerbitkan surat pemindahan SMA 10 ke lokasi lain pada 2021, yang kemudian dibatalkan oleh MA karena dinilai tidak sah secara hukum.

“Putusan Mahkamah Agung pada 9 Februari 2023 menolak kasasi dari Dinas Pendidikan. Ini artinya, pemindahan itu cacat hukum,” ujarnya.

Untuk itulah ditegaskannya lagi bahwa pemerintah harus segera mengeksekusi keputusan hukum tersebut. Ia meminta agar Yayasan Melati segera mengosongkan lahan 12 hektare yang selama ini masih mereka tempati.

Jika Yayasan Melati masih merasa memiliki hak, menurutnya, jalur hukum adalah tempat yang tepat untuk membuktikannya.

“Kalau mereka merasa memiliki bukti sah, silakan gugat lagi. Tapi sampai saat ini, keputusan yang berlaku menyatakan lahan itu milik pemerintah. Maka harus diamankan,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa tidak ada pembangunan yang boleh dilakukan Yayasan Melati di atas lahan tersebut tanpa izin dan dasar hukum yang sah.

Lebih lanjut dirinya juga meminta agar proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Negeri 10 dilakukan di lokasi semula, yaitu di kawasan Samarinda Seberang.

Kelas X tahun ajaran 2025 diinstruksikan untuk belajar di kampus lama, sementara kelas XI dan XII tetap menyelesaikan pendidikan di Kampus Education Center hingga lulus.

“Saya minta agar PPDB tahun ini dilakukan di Seberang. Yang kelas 1 sudah harus belajar di lokasi yang sebenarnya, sesuai putusan hukum. Ini bicara hukum, bukan teknis,” katanya.

Dengan serangkaian keputusan hukum yang menguatkan kepemilikan lahan dan pengelolaan sekolah oleh Pemerintah Provinsi, kisruh SMA 10 kini berada di ujung babak baru. Tinggal menunggu keberanian pemerintah untuk mengeksekusi putusan dan memastikan dunia pendidikan tidak lagi dibayangi sengketa berkepanjangan.

“Kita ini negara hukum. Kalau sudah ada keputusan inkrah, harus dijalankan,” pungkasnya.

Sumber: Nett

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال