![]() |
Mantan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim – Foto Net |
BORNEOTREND.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan indikasi pemufakatan jahat dalam kasus korupsi Program Digitalisasi Pendidikan 2019-2022, khususnya terkait pengadaan laptop Chromebook. Penyidik menduga ada pengarahan khusus untuk proyek yang nilai anggarannya mencapai Rp 9,9 triliun ini. Potensi pemanggilan mantan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim pun terbuka, menyusul penggeledahan di kediaman dua staf khususnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut peluang pemeriksaan itu terbuka usai penyidik menggeledah kediaman dua staf khusus Nadiem, pada Rabu (21/5/2025) kemarin.
"Pihak-pihak mana yang akan diperiksa dalam perkara ini, itu tergantung dari kebutuhan penyidik untuk membuat terang tindak pidana ini," ujarnya kepada wartawan, Selasa (27/5/2025).
"Semua pihak mana pun. Siapa pun yang membuat terang tindak pidana ini bisa saja dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan," imbuhnya.
Sebelumnya Kejagung menyita barang bukti berupa laptop, ponsel hingga dokumen. Harli menyebut penggeledahan dilakukan penyidik di Apartemen Kuningan Place milik FH dan Apartemen Ciputra World 2 milik JT.
"Selaku Staf Khusus Menteri Dikbudristek," ujarnya kepada wartawan, Senin (26/5/2025).
Ia menyebut dari hasil penggeledahan yang dilakukan pada Rabu (21/5/2025) kemarin, penyidik menyita barang bukti berupa 1 unit laptop dan 4 unit ponsel dari apartemen milik FH.
Sementara dari apartemen milik JT, kata dia, penyidik menyita barang bukti berupa 1 unit laptop dan 3 unit penyimpanan eksternal berupa hardisk dan flashdisk, serta 15 dokumen catatan.
Harli menjelaskan dalam kasus ini penyidik menemukan indikasi adanya pemufakatan jahat melalui pengarahan khusus agar tim teknis membuat kajian pengadaan alat TIK berupa laptop dengan dalih teknologi pendidikan.
Melalui kajian itu, ia mengatakan dibuat skenario seolah-olah dibutuhkan penggunaan laptop dengan basis sistem Chrome yakni Chromebook.
Padahal, kata dia, hasil uji coba yang dilakukan pada tahun 2019 telah menunjukkan bahwa penggunaan 1.000 unit Chromebook tidaklah efektif sebagai sarana pembelajaran.
"Kenapa tidak efektif, karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama," tuturnya.
Sebelumnya, Harli mengatakan anggaran untuk pengadaan chromebook tersebut mencapai Rp 9,9 triliun yang terdiri dari Rp 3,58 triliun merupakan dana di Satuan Pendidikan dan Rp 6,399 triliun melalui dana alokasi khusus atau DAK.
Kendati demikian, Harli menegaskan pihaknya masih terus menghitung nilai kerugian keuangan negara akibat kasus korupsi pengadaan laptop tersebut.
"Perkembangannya kita akan update karena ini baru ditingkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan," pungkasnya.
Sumber: cnnindonesia.com