Tamjid Wijaya Pencipta Lagu “Galuh Banjar” Seniman yang Disegani di Jambi

 

Tamjid Wijaya saat menyanyikan lagu ciptaannya "Urang di Rantau".
(Foto: youtube)


BORNEOTREND.COM – Bagi penikmat lagu-lagu Banjar tentu sudah sering mendengarkan lagu “Galuh Banjar”, yang salah satu liriknya berbunyi;...galuh banjar bakamban habang, bakakamban habang. Lagu ini dinyanyikan (pertama dan dipopulerkan) oleh Suryani Alfarichi sejak rilis tahun 2008. Yang uniknya, penciptanya Tamjid Wijaya adalah orang Banua yang sudah lama madam ke tanah Jambi, sekitar tahun 1960 mengikuti orangtuanya. 

Namun karena ketertarikannya pada lagu Banjar, pada tahun 2008 Tamjid Wijaya bertandang ke kampung kelahirannya dengan sejumlah lagu Banjar ciptaannya untuk dinyanyikan dan direkam oleh penyanyi Banua. Menurut Hendra Cipta, pemimpin grup musik panting Balahindang, saat itu ia dipercaya untuk mencari talen vokalnya. 

“Waktu itu tahun 2008, untuk mencari talen vokalnya ulun. Ada empat orang, yaitu Suryani, Rosy, Helma, dan Nisa. Rekamannya di Banjarbaru dan produsernya almarhum Fahruddin ST seorang PNS Dinas PU Kota Banjarmasin. Musiknya digarap oleh Andi Gomes anak Pak Tamjid Wijaya sendiri,” ujar Hendra Cipta sambil menjelaskan dua tahun setelah itu ia mendapat kabar beliau meninggal dunia di Jambi. 

Dari berbagai jejak rekam kiprahnya di Provinsi Jambi, Tamjid Wijaya dikenal sebagai seniman musik, komposer, produser, pemerhati, kolektor sekaligus apresiator yang paling banyak menciptakan sekaligus mendokumentasikan lagu-lagu daerah Jambi sepanjang karier bermusiknya di provinsi yang memang banyak perantau Banjar ini.

Tamjid Wijaya lahir 9 April 1945 di Banjarmasin. Dalam usia mudanya, ia sudah belajar dan bermain musik. Bakat dan kemampuan kreatifnya dalam bidang ini, diturunkan dari pamannya yang bernama Iskandar. Beliau ini dikenal juga sebagai seniman ternama di zamannya. Saat usia remaja, sekitar awal tahun 1960, Tamjid Wijaya hijrah ke Jambi mengikuti kedua orangtuanya. Di daerah inilah dia menamatkan sekolahnya hingga tingkat menengah atas.

Junaidi T Noor, budayawan Jambi, mengatakan, keseriusan Tamjid Wijaya menggali dan mendalami lagu-lagu daerah itu tampaknya dimulai setelah dia terlibat dalam sebuah penelitian bersama Taralamsyah Saragih pada tahun 1972 hingga 1978. Hasil kerja mereka saat itu kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul, "Ensiklopedi Musik dan Tari Jambi".

Perhatian dedikasinya yang mendalam terhadap pendokumentasian lagu dan musik daerah Jambi juga termuat dalam buku-buku yang disusunnya sendiri, yakni "Kumpulan Lagu Daerah Jambi" pada tahun 1994-1998 dan ratusan lagu-lagu yang terekam dalam puluhan keping CD. Bukan saja menuliskan, dia juga menotasikan ratusan lagu daerah Jambi yang kadang tidak dikenal siapa pencipta awalnya.

Ia mencari akar, cengkok dan langgam lagu daerah Jambi jauh sampai ke daerah-daerah yang diucapkan oleh penutur atau penyanyi asli lagu-lagu tradisional Jambi.

Jafar Rassuh, seniman perupa sekaligus mantan Kepala Taman Budaya Jambi, mengatakan, pada dekade 90-an, Tamjid Wijaya mendirikan studio rekaman. Tempat itu sampai kini dikenal dengan Studio Gomes. Latar belakang pendirian Studio Gomes oleh Tamjid Wijaya lebih kepada upaya pemurnian lagu-lagu daerah Jambi dari serangan dan kontaminasi lagu Melayu dengan cengkok dangdut.

"Pada tahun 1990-an, lagu-lagu daerah Jambi sedang berada diambang keterpurukan. Lagu Jambi tidak sepopuler lagu-lagu daerah lain, seperti lagu Minang, Melayu Riau, dangdut dan sebagainya. Bahkan dalam suatu periode, saat lagu dangdut sedang booming di Indonesia, lagu-lagu daerah Jambi juga terbawa-bawa ke arah itu," kata Jaffar.

Dalam pendengaran Tamjid, ucap Jaffar lagi, lagu daerah Jambi yang dibawakan dengan nuansa dangdut sangat tidak berkesesuaian dengan semangat dan karakter daerah yang sejatinya memiliki warnanya sendiri. Dia marah dan kesal dengan kondisi ini, apalagi lagu-lagu tersebut digubah dan diaransemen oleh orang-orang yang tidak memahami eksotika musik daerah Jambi.

Akhirnya pada tahun 1994, dia mendirikan studio musik. Tekad dia mendirikan studio itu bukan untuk mencari uang, tapi sebagai wadah "pemurnian" lagu-lagu daerah Jambi ke telinga para pendengarnya. Dia berupaya meletakkan dasar lagu daerah Jambi ke roh yang sebenarnya. Dan mengupayakan agar lagu-lagu daerah Jambi mendapat tempat dalam masyarakat.

Awal Januari 1993 Tamjid Wijaya dari Studio Gomes mengeluarkan album lagu daerah Jambi yang pertama dengan judul album “Samo Sekato”. Judul album diambilnya dari lagu daerah yang diciptanya yang menjadi pemenang pertama saat mengikuti lomba BKKNI tahun 1983.

Ketua Dewan Kesenian Jambi, Aswan Zahari, mengatakan upaya menjaga kemurnian tradisi lagu-lagu daerah Jambi juga dilakukan Tamjid Wijaya melalui proses legalisasi di hadapan hukum. Dia mendaftarkan hak cipta sejumlah lagu-lagu Jambi, agar hak kekayaan intelektual seniman ini dapat dijamin. 

“Dia sadar betul, karya sebagai pengejawantahan rasa dan jiwa harus dihargai, diapreasiasi, salah satunya dengan memberikan hak yang layak untuk dicatatkan sebagai karya intelektual,” ujarnya Ketua Dewan Kesenian Jambi, Aswan Zahari kepada Antara saat itu. 

Tamjid Wijaya juga menotasikan pukulan-pukulan kulintang (alat musik tradisional Jambi yang berkembang di daerah Jambi) dan menyajikannya dalam seminar internasional di Malaka sekitar tahun 2001.

Pada pagi tanggal 29 Juli 2010 lalu, Tamjid Wijaya yang sudah tiga bulan lebih terbaring di ranjangnya harus menyerah oleh serangan tumor nasofaring yang menyerang rongga tenggorokannya. Dia wafat dalam usia 65 tahun 3 bulan 20 hari dengan meninggalkan begitu banyak karya.

Setumpuk karya yang berguna bagi perkembangan kebudayaan dan generasi setelahnya. Karya-karya itu sangat berguna bagi dirinya di alam sana, sebagai ladang amal yang tak putus-putus baginya. Atas dedikasinya dalam menjaga lagu-lagu daerah Jambi, Dewan Kesenian Jambi memberikan penghargaan yang bernama Penghargaan Gong Utamo.

Penyerahan penghargaan itu diberikan oleh Dewan Kesenian Jambi pada acara "Malam Budaya Keagungan Melayu Jambi", bersamaan dengan HUT Provinsi Jambi pada 7 Januari 2013.    

"Dia pantas menerima penghargaan ini. Jika tahun ini DK Jambi baru dapat memberikan kepada seniman musik, maka tahun depan, kami juga akan mempertimbangkan memberikan pengahrgaan kepada seniman Jambi dari berbagai genre," katanya kepada Antara saat itu.

Sementara itu, Suryani Alfarichi yang menyanyikan lagu "Galuh Banjar" ciptaan Tamjid Wijaya merasa senang dan terkesan dengan lagu tersebut. 

Suryani Alfarichi (bertopi) penyanyi "Galuh Banjar" saat bersiap syuting lagu "Galuh Nang Batanggui" bersama tim yang sebentar lagi akan rilis.
(Foto: istimewa)


"Memang merasa tertantang untuk membawakan lagu tersebut pertama kalinya. Karena diberi kepercayaan, ya saya harus maksimal membawakannya. Alhamdulillah sampai sekarang lagu Galuh Banjar ini masih disenangi," ujar Suryani yang saat ini juga membawakan lagu "Kita Badingsak" karya Dino Sirajudin dan Fatimah Adam, dan sebentar lagi juga akan launching membawakan lagu "Galuh Nang Batanggui" ciptaan Khairiadi Asa.

Penulis: Khairiadi Asa (dari berbagai sumber)


Lebih baru Lebih lama
Pilkada-Kota-BJB

نموذج الاتصال