Anggota DPR dan MPR dapat Uang Pensiun Seumur Hidup

UANG PENSIUN: APBN ternyata tak hanya menanggung pembayaran uang pensiun untuk PNS, TNI dan Polri tetapi juga anggota DPR dan MPR yang habis masa jabatannya - Foto Net.

BORNEOTREND.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan wacana untuk mengubah skema pembayaran uang pensiun PNS, TNI dan Polri. Perubahan ini karena skema yang berjalan saat ini memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

APBN ternyata tak hanya menanggung pembayaran uang pensiun untuk PNS, TNI dan Polri. Berdasarkan UU Nomor 12 tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara, pemerintah juga harus membayar pensiunan bagi anggota DPR dan MPR yang habis masa jabatannya.

"Segala pembiayaan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara," tulis Pasal 26 UU tersebut.

Dalam beleid tersebut anggota atau pimpinan DPR atau MPR bisa mendapatkan jatah pensiun jika mengakhiri masa jabatannya dengan hormat.

"Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara yang berhenti dengan hormat dari jabatannya berhak memperoleh pensiun," tulis pasal 12.

Mereka bisa mendapatkan pensiun sebulan setelah tidak lagi menjabat. Namun, jatah pensiun ini akan berhenti jika anggota meninggal dunia. Penghentian pembayaran pensiun dilakukan setelah 4 bulan penerima pensiun meninggal dunia.

"Penghentian pembayaran pensiun dilakukan pada akhir bulan keempat setelah penerima pensiun yang bersangkutan meninggal dunia," tulis pasal 16 ayat (2) poin (a).

Meski begitu, istri atau suami sah dari penerima pensiun tetap akan mendapatkan jatah pensiun dari pasangannya yang meninggal dunia. Hanya saja besarannya setelah dari yang diterima saat penerima pensiun meninggal dunia.

"Apabila penerima pensiun meninggal dunia, maka kepada isterinya yang sah atau suaminya yang sah diberikan pensiun janda/duda yang besarnya 1/2 (setengah) dari pensiun yang diterima terakhir oleh almarhum suaminya atau almarhumah istrinya," tulis Pasal 17 ayat (1).

Pemberian pensiun ini akan berhenti jika pensiun janda/duda meninggal dunia atau kawin lagi. Pemberhentian dilakukan satu bulan setelah yang bersangkutan meninggal dunia atau kawin lagi.

Sementara itu, besaran dana pensiun yang diterima tercantum pada Pasal 13 aturan tersebut. Besarnya pensiun pokok sebulan merupakan 1 persen dari dasar pensiun untuk setiap satu bulan masa jabatan. Adapun ketentuan besarnya pensiun pokok minimal 6 persen dan maksimal 75 persen dari dasar pensiun.

Alasan Sri Mulyani Mau Skema Pensiun PNS Dirombak, Bebani Negara Rp 2.800 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap pemerintah bisa merombak skema pensiun PNS atau ASN.

Keinginan bendahara negara ini karena melihat beban belanja anggaran negara untuk pensiun PNS kian berat, nilainya menembus Rp 2.800 triliun.

Adapun skema pensiun PNS saat ini memakai sistem pay as you go. Perhitungannya, dana pensiun didapat dari hasil iuran PNS sebesar 4,75 persen dari gaji yang dihimpun PT Taspen, plus dana dari APBN.

Sri Mulyani mengatakan, belanja pensiun di dalam APBN tidak hanya ditujukan kepada para pensiunan PNS di instansi pemerintah pusat, maupun TNI/Polri.

Skema yang sama juga diterapkan untuk pengumpulan dana pensiun TNI/Polri, namun dikelola oleh PT Asabri.

"Bahkan ASN daerah pun kita juga membayarkan pensiun penuh, karena kita masih menggunakan prinsip defined benefit. Artinya, setiap yang sudah pensiun mendapatkan benefit atau manfaat yang sudah di defined," jelas dia dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, belum lama ini.

"Di sisi lain juga, untuk yang disebut policy mengenai pensiun, itu selain pemotongan dari gaji ASN TNI/Polri dan ASN daerah, pemerintah sebagai pemberi kerja seharusnya memberikan iuran juga," imbuh Sri Mulyani.

Yang terjadi sekarang, ia menambahkan, baik PNS maupun TNI/Polri memang mengumpulkan dana pensiun di Taspen dan di Asabri. Namun untuk dana pensiunnya mereka tidak pernah membayarkan, tetapi yang membayarkan APBN penuh.

"Ketidak simetrian ini memang akan menimbulkan suatu risiko dalam jangka yang sangat panjang. Apalagi nanti kalau kita lihat jumlah pensiunan yang akan sangat meningkat," kecam Sri Mulyani.

Berpikir Bersama

Dia pun mengajak seluruh elemen pemerintah berpikir serius untuk merombak regulasi mengenai pembayaran dana pensiun. Pasalnya, itu merupakan produk hukum yang berusia cukup tua, yakni sekitar 60 tahun.

"Sampai sekarang kita belum memiliki UU pensiun. Makanya kami mengharapkan ini bisa menjadi salah satu prioritas untuk reform di bidang pensiunan di Indonesia," seru Sri Mulyani.

Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata, menyampaikan dana Rp 2.800 triliun terdiri dari pemerintah pusat sebesar Rp 900 triliun dan Rp 1.900 triliun pemerintah daerah. Hal ini sudah disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebab menjadi risiko bagi keuangan negara.

Sumber : liputan6.com
Lebih baru Lebih lama
Pilkada-Kota-BJB

نموذج الاتصال