Islam Phobia di Indonesia, Fenomena Nyata atau Fatamorgana?

 

Desmond J Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI
(Foto: nett)


BORNEOTREND.COM - Sudah lama Indonesia dikenal sebagai negara yang mayoritas penduduknya memeluk Islam sebagai agamanya. Bahkan pemeluk Islam di negara ini disebut-sebut sebagai terbesar di dunia. Sebagai negara dengan pemeluk Islam terbesar di dunia tentu saja kehidupan masyarakat Islam di sini akan aman-aman saja.

Sebab suatu hal yang wajar manakala suatu pemeluk agama menjadi mayoritas di suatu negara, kehidupan mereka akan aman dari kemungkinan adanya gangguan gangguan yang mengancamnya. Karenanya tidak akan mungkin ada Islamophobia di Indonesia karena semuanya akan berjalan baik baik saja. Lalu benarkah di Indonesia ini memang tidak ada Islamophobia?

Apa itu Islam Phobia?

Islam phobia atau phobia Islam adalah suatu istilah yang sudah akrab ditelinga kita. Islamphobia secara umum dapat diartikan sebagai bentuk ketidaksukaan, ketakutan serta prasangka negatif yang berlebihan terhadap mereka yang menjadikan islam sebagai agamanya. Pelabelan ini mulai trend sejak terjadinya tragedi 11 September 2001 (9/11) yang merupakan serangkaian serangan bunuh diri oleh para teroris di Amerika.

Menurut Henk Dekker dan Jolanda Van der Noll dalam risetnya yang berjudul “Islamophobia and its origins; A study among Dutch youth”, Islamophobia merupakan sebuah sikap dan tingkah laku negatif masyarakat terhadap agama Islam dan pemeluknya. Sikap negatif tersebut berupa ketidakmauan memiliki tetangga Muslim, tidak percaya dengan temannya yang Muslim hingga tak mau berteman dengan orang yang menjadikan islam sebagai agamanya.

Adapun dampak yang paling terasa dengan hadirnya Islamphobia adalah umat Muslim terutama yang berada di wilayah Eropa (sebagai kaum minoritas) kerap mendapatkan perlakuan diskriminasi warga non muslim yang ada disana. Misalnya saja mereka di cap sebagai teroris, pakaian ciri khas keagamaanya di olok-olok, serta hak hidup mereka dibatasi sedemikian rupa. Tentu saja perlakuan ini merupakan suatu tindakan yang melanggar HAM (Hak Azazi Manusia).

Abu Nadzir selaku peneliti dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, hal yang membuat stigma Islamphobia itu bertahan sampai saat ini ialah dikarenakan pengaruh media-media (terutama media Barat) yang selalu menuliskan narasi seolah-olah Islam merupakan sumber tindak kekerasan serta cenderung melakukan aksi terror dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hal ini terkesan terlihat masuk akal dengan hadirnya organisasi teroris yang kerap mengaku-mengaku membawa ajaran Islam untuk menjalankan ambisi politiknya seperti ISIS misalnya.

Phobia Islam sebetulnya tidaklah terjadi hari ini saja, sejak awal kehadiran Islam , phobia islam itu sudah ada. Sejarah Islam mencatat bagaimana phobia Islam sudah muncul sejak titik awal Nabi Muhammad SAW menyampaikan risalah keislamannya. Karena islam dikhawatirkan akan merubah tatanan hidup Jahiliyah yang sudah ada, akan merubah tradisi nenek moyang mereka.

Tinjauan secara global, ketika islam makin berkembang pesat di dunia, Islamphobia ikut mewarnai perjalanannya. Namun islam phobia tidak terlalu menampakkan sosoknya ketika dunia masih dikuasai oleh dua kekuatan raksasa yaitu Amerika dan Rusia.

Perseteruan antara blok barat yang diwakili oleh kubu Amerika dan blok Timur yang diwakili oleh Uni Sovyet atau Rusia telah menciptakan suasana perang dingin antara keduanya. Media media barat saat itu banyak menyerang negara negara blok timur yang dikomandani oleh Rusia.

Ketika perang dingin antara blok barat dan blok timur lagi tegang tegangnya, islam menjadi agama yang nyaris tidak diusik keberadaannya. Kelompok kelompok islam phobia belum menampakkan jati dirinya untuk menjadikan islam sebagai ancaman baginya. Fokus mereka adalah melawan kekuatan blok timur yang dianggap sebagai ancaman nyata. Bahkan ketika terjadi perang di Afganistan melawan Uni Sovyet, blok barat bahu membahu membantu Afganistan melawan musuhnya.

Runtuhnya Uni Sovyet telah membuat blok barat dibawah komando Amerika seperti kehilangan musuh utamanya sehingga mereka menjadi kekuatan tunggal yang menjadi penguasa dunia. Tetapi dalam kancah perpolitikan global, tiadanya musuh telah membuat mereka menjadi tidak bermakna. Musuh musuh baru perlu diciptakan sedemikian rupa sebagai dalih untuk menjaga kepentingannya menguasai dunia.

Tiba tiba saja media media barat menjadikan islam sebagai agama yang harus diwaspadai keberadaannya. Islam yang awalnya sebagai agama damai tiba tiba saja distigmakan sebagai agama radikal, penuh kekerasan sehingga dianggap mengancam eksistensi mereka.

Stigma islam sebagai agama radikal dan sarat kekerasan seolah olah menemukan momentumnya ketika terjadi serangan 11 september 2001 yang lebih dikenal dengan tragedi 911 di New York, Amerika. Sejak saat itu kampanye Islamphobia makin kuat di seluruh dunia.

Adakah Islam phobia di Indonesia?

Sejauh ini istilah Islamphobia banyak terjadi di negara negara dimana umat islam menjadi minoritas disana. Kalau islam di negara negara yang minoritas muslim sering ditindas karena dianggap sebagai pemberontak terhadap negara sehingga marak islamophobia lalu bagaimana halnya dengan nasib muslim dinegara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia? Benarkah ada islamophobia di Indonesia?

Ternyata Islamphobia di Indonesia bukan fatamorgana tapi benar benar nyata adanya. Lalu apa buktinya? Buktinya saat ini sebagian orang begitu terbuka menunjukkan ketidaksukaan terhadap Islam dan pemeluknya. Bahkan yang mengolok olok itu bukan kebanyakan bukan non muslim melainkan orang orang yang mengaku islam sebagai agamanya. Para buzzer yang dibayar oleh penguasa seperti Denny Siregar, Abu Janda dan yang lain lainnya sering memainkan islam sebagai bahan olok olokannya. Bahkan Abu Janda pernah menyebut kalau teroris itu punya agama dan islam adalah agamanya.

Sementara itu Denny Siregar menyebut santri sebagai calon teroris yang harus diwaspadai keberadaannya. Akibat ucapannya ini Denny Siregar sempat dilaporkan oleh salah seorang warga di Tasikmalaya tapi laporan itu sampai sekarang tidak ada kabar beritanya dan tidak jelas tindaklanjutnya

Oleh para buzzer itu, agama Islam sering disebut sebut sebagai agama impor yang didatangkan ke Indonesia. Sementara agama lain seperti Kristen atau katholik atau agama hindu -Budha- Kong Hu-Chu yang sebenarnya juga berasal dari mancanegara tidak pernah disebut sebut sebagai agama impor yang dibawa ke Indonesia. Pada hal agama Kristen misalnya jelas jelas dibawa oleh para missionaris termasuk oleh penjajah Belanda.

Manakala ada oknum orang Islam melakukan kesalahan, maka yang dibahas adalah soal keislamannya. Bukan dia sebagai individu atau oknum yang kebetulan islam sebagai agama yang dipeluknya. Jika ada satu atau kelompok orang islam dinyatakan sebagai teroris maka ada upaya untuk menstigmakan islam sebagai landasan perbuatan mereka.

Berbeda halnya ketika umat islam yang dibantai atau dihilangkan nyawanya, pelakunya tidak dilabeli dengan teroris, radikal atau stigma buruk lainnya. Tidak juga dibawa bawa agama sang pelakunya. Sebagai contoh saat oknum budha Myanmar membunuh umat muslim, maka tidak ada label teroris terhadap budha oleh media dan masyarakat dunia.

Yang paling ngetrend akhir akhir ini sebagai wujud pengamalan dari islam phobia adalah sikap anti Arab yang ditunjukkan oleh bukan hanya oknum non muslim tetapi juga orang yang mengaku islam sebagai agamanya.

Di media sosial sering muncul narasi yang bernada menghina hina bangsa Arab dimana agama islam berasal dari sana. Belum diketahui secara pasti apakah kebencian itu memang murni ditujukan kepada bangsa Arab atau jangan jangan adalah sebuah manuver untuk membenci Islam itu sendiri namun dikamuflase demikian rupa.

Karena kalau terlalu vulgar menunjukkan kebencian terhadap islam akan banyak pihak yang menentangnya maka mau tidak mau yang berbau Arab itulah yang diserangnya. Sering kita temui istilah yang terkesan menghina bangsa Arab misalnya adalah istilah kadrun (kadal gurun) juga narasi lainnya.Wanita muslim yang mengenakan hijab sehingga hanya terlihat muka dan telapak tangannya dibilangnya ke arab araban dan dinilai tidak sesuai dengan budaya Nusantara.

Pada hal mengenakan hijab sebagai bentuk pengamalan syariat agama islam dalam hal berpakaian yang dijamin oleh konstitusi negara. Ia merupakan salah satu bentuk pengamalan sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dimana semua warga negara dijamin kebebasan beragama dan dijamin haknya untuk menjalankan ajaran agamanya.

Sementara itu laki-laki yang mengenakan celana cingkrang, melihara jenggot dan gamis di olok olok sebagai kearab araban juga. Pada hal itu semua merupakan sunnah dalam agama dan dijamin pengamalannya oleh konstitusi negara. Pendeknya syariat agama mencoba dibentur benturkan dengan budaya lokal seolah olah syariat agama itu bertentangan dengan budaya leluhur dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Di media sosial, sikap yang menunjukkan adanya islamophobia begitu marak menunjukkan jati dirinya. Sebagai contoh ada salah satu Group Facebook yang bernama “Nusantara Shanti” di mana dalam group ini kebanyakan postingan yang ada perihal suara netizen yang ingin melanggengkan adat dan budaya Nusantara.

Mereka senang sekali membentur benturkan syariat agama islam dengan budaya asli Nusantara dan juga Pancasila. Postingan postingan di group ini sangat kental sikap Islamphobia-nya. Rata-rata mereka (oknum netizen) berpendapat, hadirnya Islam dengan penilaian bukan agama leluhur dituding seakan-akan menghapus adat dan budaya yang telah ada pada zaman nenek moyangnya.

Selain itu pakaian ciri khas keagamaan Islam selalu dinarasikan hanya identik dengan Arab serta dinilai bertentangan dengan adat dan budaya Nusantara. Ditambah lagi adanya sindiran-sindiran perihal Islam terkesan sebagai agama yang rumit dan mengajarkan kekerasan dalam pengamalannya

Fenomena maraknya Islamphobia juga terihat dengan seringnya kita dengar tuduhan kalo Rohis, LDK, remaja masjid, organisasi kepemudaan Islam, dan sebagainya adalah tempat pengkaderan teloris, kelompok radikal, dan tuduhan tuduhan miring lainnya

 Sering juga kita dengar juga kabar fitnah yang menyebutkan sekolahn sekolah Islam (terutama sekolahsekolah Islam Terpadu), pesantren pesantren, rumah tahfidz, dan Lembaga lembaga pendidikan Islam lainnya mengajarkan paham radikalisme, telorisme, anti-kebhinekaan, bahkan ingin merongrong NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Muncul juga juga kabar yang menuding pendidikan tahfidzul Qur`an adalah pendidikan yang salah dan mengajarkan radikalisme dan intoleransi dalam kurikulumnya. Pernah juga kita dengar kabar miring soal beasiswa tahfidzul Qur`an di perguruan perguruan tinggi yang dituding sebagai infiltrasi radikalisme di kampus mereka.

Beberapa waktu lalu juga viral kegiatan tilawah Al-Qur`an massal di Malioboro, yang dicerca dan dihujat habis habisan, dituding radikal, anti-pancasila, anti-NKRI, pendukung ideologi khilafah dan sebagainya.Sebaliknya, ada acara flashmob tari tradisional di tempat yang sama justru banjir pujian seolah olah kegiatan inilah yang sejalan dengan dengan Pancasila dan budaya Nusantara.

Sering juga kita mendengar berita yang menyebutkan para ustadz, habib, kyai, dai, dan tokoh Islam sebagai tokoh radikal, pemecah belah NKRI, ingin meruntuhkan NKRI, dan sebagainya dan sebagainya. Bahkan ada yang sampai membuat listnya.

Bukan hanya itu saja, setiap pembahasan mengenai syariat Islam, politik Islam, siyasah syar`iyyah, jihad, khilafah, pasti langsung dituding anti-pancasila, anti-NKRI, pemberontak, makar, ingin meruntuhkan Negara Kesatuan Repubik Indonesia.

Betapa seringnya kita mendengar kata kata "radikal", "kadrun", "mabok agama", "otak gurun", dan hinaan hinaan yang bersifat merendahkan lainnya. Adapun sasarannya adalah umat Islam ideologis atau umat Islam yang ingin menjalankan secara khaffah syariat agamanya.

Pendeknya,setiap apa apa yang berbau Islam, langsung dihubung hubungkan dengan radikalisme, telorisme, anti-pancasila, anti-NKRI, ingin merongrong NKRI, ingin meruntuhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan adanya fenomena diatas, nampak begitu nyata adanya islamophobia di Indonesia sehingga tidak lagi sekadar fatamorgana tapi sudah menjadi gerakan nyata. Sehingga mereka yang meragukan adanya islamophobia di Indonesia kiranya perlu diperiksa kembali logika pikirnya.

Anti Islamphobia

Di tengah tengah maraknya Islamphobia di Indonesia, patut disambut gembira lahirnya Gerakan Nasional Anti Islamophobia (GNAI) yang dideklarasikan oleh sejumlah tokoh, ulama, habaib dan aktivis di Gedung Buya Hamka Masjid Agung Al Azhar Jakarta Jum’at 15 Juli 2022. Gerakan ini merupakan respon positif dan konstruktif dari Resolusi PBB yang menetapkan tanggal 15 Maret sebagai “International Day to Combat Islamophobia”.

Mereka bergerak dengan lima tuntutan diantaranya pertama, agar tanggal 15 Maret setiap tahun diperingati sebagai hari perlawanan terhadap Islamophobia. Kedua, Agar Pemerintah tidak menjadikan Islam dan umat Islam sebagai masalah atau lawan tetapi potensi dan mitra bagi pengembangan bangsa dan negara.

Ketiga, stop stigma radikal, intoleran dan anti kebhinekaan yang ditujukan pada mayoritas pemeluk agama islam di Indonesia. Ke empat, jangan mengarahkan moderasi beragama pada makna sekularisasi, liberalisasi atau pengambangan nilai (plotisma). Kelima, mendesak Pemerintah dan DPR menerbitkan UU Anti Islamophobia dengan sanksi pelanggaran yang tegas dan keras bagi pelakunya.

Dengan adanya gerakan anti Islamphobia ini pada dasarnya ingin mengingatkan bangsa ini khususnya Pemerintah Indonesia agar dapat meluruskan kembali arah politik keagamaan di Indonesia. Karena agama adalah potensi dan kekuatan yang perlu di kembangkan dan dibina sebagai bagian dari pengamalan sila pertama Pancasila. Agama bukan penghambat pembangunan atau kemajuan apalagi candu bagi kehidupan sebagaimana yang sering disuarakan oleh mereka yang menganut paham islamphobia.

Sunguh ironis ketika banyak negara negara di dunia sedang marak gerakan untuk menggelorakan anti Islamphobia tetapi di negara yang mayoritas Islam sebagai agamanya ini justru islamophobia mendapatkan tempatnya. Para penggeraknya bahkan mereka yang mengaku islam sebagai agamanya. Inilah suatu keanehan yang luar biasa dimana ada orang yang mengaku islam sebagai agamanya tetapi malah membenci syariatnya. Lalu penganut ajaran islam model apakah kiranya mereka?


 





  

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال