![]() |
DIGENDONG: Seorang ayah saat membantu petugas kesehatan melakukan imunisasi pada anaknya - Foto Nett |
Oleh : Arief Rahman, SE, MM - Pimpinan Umum www.borneotrend.com
SAYA memiliki 2 orang teman, mereka sama-sama memiliki anak.
Teman pertama namanya Hana, ia bersama suaminya dikarunai seorang anak pertama berjenis laki-laki. Namun karena Hana dan suaminya sama-sama sibuk bekerja, anaknya untuk sementara dititipkan kepada orang tua Hana.
Ia pun mengaku karena terbatasnya waktu mengurus anak, ia dan suaminya hanya sempat memberikan imunisasi anak sebanyak 2 kali, setelah itu ia tidak sempat melakukannya dan kini anaknya sudah berusia hampir 3 tahun.
Lalu cerita satunya datang dari teman saya lainnya bernama Fauzan. Di anak keduanya dirinya sama sekali tidak ingin memberikan imunisasi. Dirinya berpandangan di imunisasi atau pun tidak resiko terkena penyakit tetaplah sama, tinggal bagaimana kita bisa menjaga anak tersebut dengan memberikan nutrisi yang cukup bagi tubuhnya.
Dari 2 cerita singkat diatas kita tentunya dapat melihat bagaimana peran orang tua sangatlah menentukan dalam rangka suksesnya imunisasi lengkap yang bisa didapatkan oleh anak.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), terungkap bahwa pada 2021 lalu saja target imunisasi pada anak belum mencapai target. Dimana di tahun 2021 lalu ditargetkan sebesar 98,3 persen target anak mendapat imunisasi dasar lengkap, namun nyatanya hanya terealisasi sebanyak 84,2 persen.
Di sisi lain jika diakumulasikan data dari tahun 2019 hingga 2021 lalu tercatat ada 1.713.471 anak di Indonesia yang belum mendapatkan atau melengkapi imunisasi dasar.
Lalu bagaimana untuk Kalsel? Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap di Provinsi Kalsel Tahun 2020 sebesar 75,4 persen dan Tahun 2021 sebesar 80,2 persen, yang berarti masih ada 13.979 anak yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap pada Tahun 2021. Angka Drop Out DPTHB3 dan Campak juga tinggi (lebih dari 5 persen) baik Tahun 2020 maupun 2021. Disamping itu, cakupan imunisasi Baduta juga rendah, Tahun 2020 cakupan DPTHBHib sebesar 53,7 persen cakupan campak rubella sebesar 46 persen, Tahun 2021 cakupan DPTHBHib sebesar 51,9 persen dan cakupan campak rubella sebesar 48,7 persen.
Rendahnya cakupan imunisasi serta tingginya angka drop out pada bayi dan baduta menyebabkan meningkatnya potensi Kejadian Luar Biasa Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (KLB-PD3I) yang mengakibatkan meningkatnya angka kesakitan (campak, hepatitis, difteri, pertussis, dan lainnya), juga kecacatan (Polio dan Rubella) atau bahkan meninggal dunia (Difteri, Tetanus dan Rubella) di beberapa wilayah di Indonesia termasuk Kalimantan.
Karena itulah dari sedikit cerita dan data dari Kemenkes RI tidak berlebihan kalau menurut saya agar angka imunisasi anak bisa meningkat di tahun 2022 ini, pemerintah hendaknya bisa lebih giat dalam melakukan edukasi ke orang tua akan pentingnya vaksinasi lengkap untuk anak.
Mengingat jika melihat kenyataan dilapangan, orang tua lah yang berperan stategis dalam rangka mendorong agar persentase anak yang melakukan imunisasi lengkap bisa meningkat dan sesuai dengan target yang ditetapkan oleh pemerintah.
Orang tua perlu di edukasi bahwa jika anak mendapatkan imunisasi lengkap maka akan mendapatkan 3 manfaat sekaligus. Pertama yaitu untuk orang sendiri yang mendapatkan imunisasi akan membentuk antibodi spesifik pada individu terhadap penyakit tersebut.
Kedua membentuk kekebalan kelompok, kalau ada satu dua orang yang tinggal di dalam lingkungan yang sebagian besar orang tersebut sudah mendapat imunisasi maka orang ini bisa menerima manfaat dari imunisasi yang sebagian besar diterima orang itu.
Lalu yang tidak kalah penting imunisasi bisa memberikan manfaat lintas kelompok. Misalnya kita memberikan imunisasi Rubella pada anak mulai dari bayi, batita, dan usia sekolah. Ketika anak-anak ini terimunisasi dengan campak atau rubella maka secara tidak langsung akan memberikan proteksi kepada wanita usia subur yang ada di lingkungan anak-anak itu, sebab anak-anak ini kelompok besar yang biasanya terinfeksi virus ini. Jika anak-anak sudah kebal maka akan terputus rantai penularan, anak pun menjadi tidak terpapar dan tidak memaparkan.
Untuk bisa mengedukasi orang tua akan pentingnya imunisasi lengkap bagi anak maka tentunya bisa melalui peran Pemerintah Daerah setempat. Salah satunya melalui Kader Posyandu yang ada di setiap Puskesmas milik Pemerintah Kabupaten dan Kota. Kader Posyandu ini bisa digerakkan untuk dapat mengedukasi orang tua akan pentingnya melakukan imunisasi lengkap bagi anak mereka.
Lalu cara lainnya adalah bekerjasama dengan steakholders terkait, salah satunya Kementrian Agama (Kemenag) untuk bisa ikut mensosialisasikan pentingnya imunisasi lengkap bagi anak kepada pasangan muda yang akan menikah. Dengan sosialisasi tentang imunisasi lengkap bagi anak yang lebih awal dilakukan, diharapkan pasangan muda bisa lebih memahami pentingnya imunisasi lengkap bagi anak mereka kelak.
Kemudian sosialisasi yang intensif di berbagai media tentang pentingnya imunisasi lengkap bagi anak. Bahkan kalau perlu libatkan publik figur untuk bisa berbagai inspirasi tentang imunisasi lengkap yang dilakukan kepada anak mereka agar masyarakat tertarik untuk bisa melakukan hal serupa.
Jika langkah-langkah tadi bisa dilakukan secara konsisten, saya optimis Pekan Imunisasi Dunia di Tahun 2022 ini akan mampu mencapai target yang dicanangkan terkait imunisasi lengkap bagi anak, bahkan bisa mampu melebihi dari capaian dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Kalau capaian imunisasi lengkap bagi anak memenuhi harapan, maka kita tentunya bisa mendorong hadirnya generasi penerus bangsa yang sehat dan mampu menjadikan Indonesia menjadi lebih maju dan bermartabat di masa depan. Amin.