DPRD Kotabaru Panggil Pertamina dan Dinas Perikanan, Bahas Kuota BBM Nelayan Rampa

DIALOG: Komisi II DPRD Kabupaten Kotabaru melakukan dialog bersama Dinas Perikanan dan Pertamina terkait kuota BBM bersubsidi untuk nelayan - Foto Dok Istimewa

BORNEOTREND.COM, KALSEL – Komisi II DPRD Kabupaten Kotabaru memanggil Dinas Perikanan dan pihak Pertamina untuk membahas keluhan para nelayan di Desa Rampa, Kecamatan Pulau Laut Utara.

Keluhan tersebut disampaikan oleh Ikatan Nelayan Saijaan (INSAN) dan mencakup tiga persoalan utama, yakni keterbatasan kuota BBM bersubsidi, rencana pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Desa Rampa, serta masalah penggunaan alat tangkap.

Ketua Komisi II DPRD Kotabaru, Abu Suwandi, mengatakan kuota BBM bersubsidi masih jauh dari cukup. Akibatnya, hampir 50 persen nelayan di Desa Rampa tidak mendapatkan jatah.

“Makanya kami panggil Pertamina dan Dinas Perikanan untuk mengevaluasi kenapa bisa kurang. Akhirnya kita sepakat untuk sinkronkan dulu data BBM di Kotabaru, jatahnya berapa dan suplainya bagaimana,” ujarnya.


Terkait rencana pembangunan SPBN di Desa Rampa, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menegaskan pihaknya akan melakukan koordinasi lebih lanjut. Menurutnya, salah satu pertimbangan adalah lokasi SPBN agar tidak berdekatan dengan permukiman warga.

“Kalau bisa dibangun di Desa Rampa, kita akan rekomendasikan. Tapi kalau tidak memungkinkan, setidaknya ada alternatif lokasi yang jaraknya tidak terlalu jauh,” tambahnya.

Sementara itu, persoalan alat tangkap nelayan berkaitan dengan penggunaan lampara yang dilarang karena dianggap merusak lingkungan. DPRD bersama dinas terkait mendorong nelayan untuk melakukan modifikasi menjadi jaring hela dasar (JHD).

Di sisi lain, Ketua INSAN, Hamdani, menekankan penambahan kuota BBM bersubsidi sangat dibutuhkan karena sebagian besar nelayan masih kesulitan memperoleh pasokan.

“Dengan adanya SPBN di Desa Rampa, nelayan bisa lebih mudah membeli BBM bersubsidi sesuai kebutuhan harian. Selama ini sistemnya per bulan langsung 150 liter, sementara banyak nelayan tidak sanggup membayar sekaligus,” jelasnya.

Terkait alat tangkap, Hamdani mengklaim nelayan sudah melakukan modifikasi agar tidak menyerupai lampara. “Sudah kami modifikasi, meski sampai sekarang belum ada instansi terkait yang meninjau langsung ke lapangan,” katanya.

Penulis: Nazat Fitriah 

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال