Pemahaman Kebudayaan Melayu di Tanah Borneo Perlu Ditingkatkan

 

Ketua DK Kalsel Taufik Arbain dan Sekretaris Tarmuji bersama para narasumber dan tuan rumah Simposium Budaya Melayu Serumpun di Riau (7-10/8/2025).
(Foto: istimewa)

BORNEOTREND.COM - Ketua Dewan Kesenian Provinsi Kalimantan Selatan Dr Taufik Arbain, M.Si bersama Sekretaris Drs Tarmuji, M.Pd, atas nama utusan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mengikuti Simposium Budaya Melayu Serumpun. Kegiatan yang digelar tanggal 7 hingga 10 Agustus 2025 tersebut dalam rangka Hari Jadi Provinsi Riau ke-68.  

Simposium tersebut menampilkan narasumber dari berbagai negara seperti Malaysia, Brunei, Filipina, Thailand dan Indonesia sendiri. Topik di bahas terkait Sejarah, Peradaban, Kebudayaan dan Jaringan dan kepemimpinan global. 

Sayangnya, ujar Taufik Arbain, dari topik yang dibahas sangat minim pemahaman dan dinamika kebudayaan Melayu di tanah Borneo yang tersajikan. Padahal aspek sosiolinguistik, kebudayaan, peradaban dan bahkan Raja Diraja bernuansa Melayu. Realitas ini setidaknya perlu rekonstruksi pemahaman jaringan dan relasi perkembangan peradaban Melayu yang tidak hanya di Sumatera, Semenanjung Malaysia dan Brunei oleh kawan-kawan sekawasan.

“Kebudayaan Banjar dengan Raja Diraja Kesultanan justru bagian kuat memperkuat kebudayaan Melayu pada abad lampau termasuk di sepanjang dua semenanjung itu, baik interaksi kerajaan, politik dan peperangan termasuk membuka kawasan pertanian dan perkebunan baru dan dakwah keagamaan. Ini bisa dilihat di buku Malay Civilization” selain bangsa Bugis-Makassar, ” ungkap Datuk Cendikia Hikmadiraja Kesultanan Banjar ini.

Taufik menyarankan, pembahasan Melayu jangan sampai sempit jika mengajak usaha pemanggungan Melayu pada tingkat global. Tetapi harus membangun jaringan entitas kesamaan dinamika kebudayaan meskipun akar DNA suku berbeda-beda antar pulau, seperti Banjar DNA campuran Maanyan, Ngaju, Melayu, dan lain-lain. 

Menurutnya perlu dialog dan interaksi kebudayaan demikian, sehingga kita tidak asyik pada pikiran-pikiran nostalgia masa lalu saja, tetapi justru bagaimana Melayu merapatkan diri menjemput zaman. Ini bagian dari dinamika diplomasi kebudayaan Melayu Serumpun yang harus diperkuat dari masa ke masa dengan kolaborasi pemikiran dan diplomasi kebudayaan.

Rangkaian Hari Jadi ke-69 Provinsi Riau juga diikuti Pawai Budaya dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang menampilkan arak-arakan adat penganten dan mandi-mandi kebudayaan Banjar dan lainnya.

Perwakilan Kalsel menampilkan arak-arakan adat penganten dan mandi-mandi budaya Banjar.
(Foto: istimewa)

Dalam acara pembukaan Simposium Melayu Serumpun, Gubernur Riau Abdul Wahid yang diwakili Sekretaris Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Ninno Wastikasari, SE, M.Si menyampaikan simposium ini bukan sekadar acara, tetapi ikhtiar bersama untuk menggali hikmah, menimbang arus zaman, dan menata langkah-langkah masa depan Melayu. Kita menyaksikan bagaimana generasi muda hari ini hidup dalam derasnya arus digital, budaya global yang cepat dan kerap kali menyapu nilai-nilai akar budaya yang halus. Bukan mereka tak cinta Melayu, Tapi kadang tak tahu jalan pulang.

“Jika anak tidak diasuh, jika muda tidak dibimbing, Maka patahlah pucuk sebelum berbuah, Layulah dahan sebelum bersemi,” urai Gubernur Riau lewat pantun.

Editor: Khairiadi Asa


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال